KENDARI – Polemik pergantian nama Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Abunawas menjadi RSUD Kota Kendari, rupanya masih dipersoalkan mantan Wali Kota Kendari, Masyhur Masie Abunawas (MMA).
Menurut dia, peraturan daerah (Perda) terkait pergantian nama tersebut cacat hukum, karena proses penetapan produk hukum itu tidak melalui persetujuan Pemerintah provinsi (Pemprov) Sultra.
“Kami sangat keberatan, ini merupakan bentuk pelecehan yang dilakukan oleh Asrun, dan kami meminta agar segera dikembalikan,” ujar MMA, saat dikonfirmasi di ruang kerjanya, Rabu (21/6/2017).
Dia juga berharap, agar Pemprov Sultra segera menindaklanjuti persoalan tersebut, sehingga nama RSUD Abunawas bisa segera dikembalikan.
Sebelumnya, Gubernur Sultra Nur Alam telah mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Nomor 396 Tahun 2016, tentang pembatalan Peraturan Daerah (Perda) Kota Kendari Nomor 10 Tahun 2015, tentang Perubahan Kelima Atas Perda Kota Kendari Nomor 8 Tahun 2001, tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah.
SK tersebut ditanda tangani langsung oleh Gubernur Sultra, Nur Alam, di Kendari tertanggal 21 Juni 2016 lalu. Dalam SK itu, dituliskan dasar pembatalan Perda Kota Kendari Nomor 10 Tahun 2015, karena produk hukum tersebut dibuat tanpa melalui proses pemberian nomor register, sehingga bertentangan dengan ketentuan Pasal 241 ayat (4) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, yang menyebutkan bahwa Bupati/Walikota wajib menyampaikan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) kabupaten/kota kepada Gubernur, sebagai wakil pemerintah pusat paling lambat tiga hari sejak menerima Raperda dari DPRD kabupaten/kota, untuk mendapat register peraturan daerah.
Selain itu, alasan pembatalan lainnya adalah sesuai ketentuan pasal 243 ayat 1 undang-undang nomor 23 Tahun 2014, tentang pemerintah daerah yang menegaskan bahwa Raperda yang belum mendapat register, belum dapat ditetapkan oleh kepala daerah, dan belum dapat diundangkan dalam lembaran daerah.
Dalam Pasal 251 ayat dua UU Nomor 23 Tahun 2014, tentang pemerintah daerah yang memberikan kewenangan kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat, untuk membatalkan Perda kabupaten/kota yang bertentangan dengan Undang-Ubdang yang lebih tinggi.