TenggaraNews.com, KENDARI – Pasca mengalami penganiayaan dari orang tua murid dan siswanya, kini Guru Hayari harus menjalani pemeriksaan kesehatan lebih lanjut. Hal tersebut diungkapkan Tim Kuasa Hukum korban, Dr. Muhamad Fitiradi SH., MH., dan Muswanto Utama SH.
“Sekarang klien kami mulai merasakan imbas dari pemukulan itu, makanya yang bersangkutan melakukan chek up ke RSU Bahtermas, tapi rumah sakit belum memiliki city scan, makanya di rujuk di RS Plamonia Kota Makassar,” ujar Muhamad Fitriadi kepada awak media, saat menggelar pres conference di salah satu hotel di Kota Kendari, Jumat malam 27 Oktober 2017.
Dia juga menambahkan, awalnya kondisi kliennya memang masih biasa-biasa saja, namun beberapa hari belakangan kondisi guru Hayari menurun. Bagian yang paling dirasakan rasa sakitnya yakni pada kepala belakang, akibat pemukulan dan injakan dari pelaku Suhardin, yang tak lain merupakan ayah dari Candra.

Selain kekerasan fisik, Hayari juga mendapatkan kekerasan psikis berupa ancaman penikaman dan lontaran kata-kata yang tak wajar.
“Ia, memang ada ancaman dan kata-kata kasar yang keluar dari pelaku,” jelas Muhamad Fitriadi.
Saat disinggung soal laporan balik yang dilayangkan Candra di Mapolda Sultra, tim kuasa hukum Guru Hayari mempersilahkan hal tersebut ditempuh, karena merupakan bagian dari hak hukum setiap warga negara Indonesia.
“Kita sama-sama mencari keadilan. Biarkan proses hukum berjalan,” terangnya.
Sedangkan soal proses hukum terhadap Candra, pihaknya tetap mengacu pada prosedur keadilan anak. Olehnya itu, tim advokat menyerahkan prosesnya ke aparat penegak hukum.
Ditempat yang sama, Muswanto Utama mengatakan, bahwa selain dari pihak keluarga, gerakan solidaritas datang dari para guru yang tergabung dalam Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Sultra, yang meminta agar berkas kedua pelaku secepatnya dilimpahkan. Sebah, kasus ini sudah menasional, sehingga menjadi perhatian khusus bagi lembaga hukum yang saat ini menangani kasus kekerasan ini.
“Hal ini bukan hanya permintaan dari keluarga besar korban, melainkan datang juga dari ikatan alumni (IKA) SMAN 1 Kendari serta PGRI.” kata Muswanto.
Sementara itu, salah seorang ulumni SMAN 1 Kendari, Basran mengungkapkan, pihaknya masih menunggu dan melihat seperti apa proses hukumnya. Sejauh ini, lanjut dia, belum ada keputusan secara resmi terkait keikutsertaan IKA Smansa dalam aksi unjuk rasa.
“Kami percaya pada aparat hukum, kami tidak ingin kasus ini terhenti di tengah jalan,” ungkap alumnus tahun 1998 ini.
Lebih lanjut, Basran menjelaskan, bahwa yang paling tersinggung atas penganiayaan terhadap Hayari adalah para guru, sehingga mereka terus mendesak agar proses hukum dipercepat.
Alumnus Smansa lainnya, Agus turut membenarkan pernyataan seniornya tersebut. Menurut dia, tragedi tersebut merupakan yang pertama kalinya, dan dirinya sangat menyayangkan terjadinya penganiayaan tersebut.
” Setahu saya, sejak 15 tahun terakhir kami belum pernah mendengar terjadinya kasus seperti ini. Karena silaturahmi antara IKA dan para guru itu tak pernah putus,” beber Agus.
Dia juga mengaku, bahwa sudah ada komunikasi antara PGRI dan alumni, tapi pihaknya masih menahan diri.
Untuk diketahui, kasus tersebut bermula saat Candra terlibat kasus pengeroyokan bersama teman kelasnya, yang kemudian permasalahan tersebut tuntas. Namun, saat itu salah seorang Guru di SMAN 1 Kendari, Hayari masuk dan menanyakan kepada Candra atas ketidak hadirannya di sekolah selama dua hari. Kendati demikian, pertanyaan dari sang guru rupanya dibantah secara kasar.
Tidak puas sampai disitu, Candra juga memaki guru tersebut. Spontan saat itu, Hayari selaku Wakil Kepala Sekolah (Wakasek) SMAN 1 Kendari mendengar kata kasar Candra, sehingga Hayari pun memberi hukuman kepada siswanya. Tidak terima dengan perlakuan sang guru, Candra pun melaporkan kejadian itu kepada orang tuanya, Suhardin. Dengan rasa marah, sang ayah kemudian menghampiri guru tersebut dan memukul kepala bagian belakang, hingga Hayari tersungkur.
Merasa belum puas, Suhardin juga mengancam dan mengejar Hayari dengan sebilah badik, sampai membuat Hayari pun berlarian hingga melompati pagar sekolah untuk menyelamatkan diri.
Laporan: Ikas Cunge