TenggaraNews.com, KENDARI – Aneh bin ajaib. Meski telah divonis oleh majelis hakim Irmawati Abidin SH, dengan kurungan penjara selama dua tahun serta denda Rp 50 juta, Rabu 29 November 2017, di Pengadilan Negeri Tipikor/PHI Klas I A Kendari. Faktanya, La Ode Aziz Jul Jabar alias Acil yang merupakan terdakwa dalam kasus korupsi percetakan sawah tahap II di Kabupaten Muna tersebut, masih bebas berkeliaran di Kota Raha.
Anehnya lagi, saat sidang pembacaan vonis oleh majelis hakim, rupanya terdakwa sama sekali tidak hadir dipersidangan. Kondisi tersebut sontak dipertanyakan dan menimbulkan kegaduhan publik. Sehingga menimbulkan dugaan, bahwa adanya permainan serius antara terdakwa dan oknum penegak hukum.
Pasca pemberitaan vonis Acil dipublikasi TenggaraNews.com, redaksi diberondong dengan berbagai pertanyaan dari sejumlah pihak, terkait kebenaran sidang vonis tersebut. Pasalnya, beberapa tetangga mengaku masih melihat Acil berkeliaran di Muna, dan hal itu sudah berlangsung sejak kasus tersebut bergulir di meja hijau. Bahkan, sehari setelah sidang vonis digelar, terdakwa nampak melintas dengan kendaraan motor matic tanpa menggunakan helm, di Jalan Paelangkuta, Kelurahan Raha III, Kecamatan Kotabu.
Dikonfirmasi terkait hal tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tenggara (Sultra), Supardi SH membenarkan hal itu, bahwa terdakwa tidak dilakukan penahanan, karena ditangguhkan oleh majelis hakim.
“Untuk terdakwa Acil itu ditangguhkan penahanannya oleh Majelis Hakim, dan dalam putusannya tidak ada perintah untuk melakukan penahanan, ” bebernya saat dikonfirmasi melalui akun Whatsaap miliknya, Jumat 1 Desember 2017.
Saat disinggung soal ketidakhadiran terdakwa saat sidang vonis oleh majelis hakim, JPU menjelaskan, bahwa terdakwa sedang sakit. Hal tersebut berbeda dengan fakta yang didapatkan oleh sejumlah wartawan di Kabupaten Muna. Bahwasanya, terdakwa Acil terlihat sedang mengendarai motor matic berwarna merah, saat keluar dari rumah orang tuanya di Jalan Diponegoro, Kelurahan Wamponiki, Kabupaten Muna.
“Dalam proses persidangan penahanan Acil ditangguhkan oleh hakim dengan pertimbangan sakit. Dan dalam putusan tidak disertai perintah penahanan terhadap Acil, sehingga tidak ada kewenangan penuntut U
Umum untuk melakukan penahanan terhadap terdakwa, ” ungkap Supardi.
Menurutnya, vonis terdakwa yang tidak dilakukan penahanan itu bisa saja dilakukan, selagi keterlibatan terdakwa dalam kasus tersebut belum memiliki kekuatan hukum yang tetap.
“Amar putusan baru dapat dilakukan eksekusi oleh jaksa bila sudah memiliki kekuatan hukum tetap,” jelasnya.
Untuk diketahui, proyek cetak sawah pada tahap II ini memiliki lahan sekitar 50 hektare, dengan anggaran Rp.500 juta yang berlokasi di Desa Nihi, Kecamatan Sawerigading, Kabupaten Muna.
Meski demikian, untuk kerugian negara yang disebabkan terdakwa La Ode Aziz Jul Jabar alias Acil, yakni sebesar Rp 500 juta. Hal ini sesuai dengan hasil perhitungan penyidik Kejati Sultra, yang dianggap total lost karena tidak bisa dimanfaatkan dalam proyeknya.
Dilansir dari laman Penaaktual.com, pemanggilan terdakwa secara sah untuk hadir di persidangan diatur dalam Pasal 145 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Adapun pihak yang berwenang untuk melakukan pemanggilan adalah penuntut umum. Hal ini diatur dalam Pasal 146 ayat (1) KUHAP.
Penuntut umum menyampaikan surat panggilan kepada terdakwa yang memuat tanggal, hari, serta jam sidang dan untuk perkara apa ia dipanggil yang harus sudah diterima oleh yang bersangkutan selambat-lambatnya tiga hari sebelum sidang dimulai.
M. Yahya Harahap dalam bukunya berjudul Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP (hal. 111) mengatakan bahwa hukum tidak membenarkan proses peradilan in absentia dalam acara pemeriksaan biasa dan pemeriksaan acara singkat. Tanpa hadirnya terdakwa dalam persidangan, pemeriksaan perkara tidak dapat dilakukan.
Laporan: Ifal Chandra
Editor: Ikas Cunge