TenggaraNews.com, KENDARI- Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Konawe hadirkan dua saksi, dalam sidang lanjutan dugaan korupsi pengadaan Wifi di Sekertariat Daerah (Setda) Kabupaten Konawe Utara (Konut) tahun 2016 lalu, atas terdakwa Basruddin yang merupakan Kapala Bagian (Kabag) Umum Setda Konut, dan juga selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) serta merangkap sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), serta Helmi Topa selaku Honnorer Aparatur Sipil Negara (ASN) di Setda Konut, juga merupakan Kontraktor dari CV Mina Bahari Nusantara.
Adapun dua saksi yang dihadirkan JPU yakni Martaya, selaku Sekertaris Daerah (Sekda) Konut dan Marthen Minggu, Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Konut. Dalam persidangan ini, kedua saksi mengungkapkan terkait kewenangan mereka berdasarkan dengan jabatan yang diemban.
Saksi Martaya menjelaskan, bahwa terkait tugasnya sebagai Sekda dirinya hanya memberikan kewenangan terhadap terdakwa Basruddin, sebagai KPA dan PKK dalam proyek tersebut.
“Jadi tugas saya sebagai Sekda itu, dalam proyeknya saya telah melimpahkan wewenang kepada terdakwa Basruddin untuk bertindak sebagai KPA dan PPK, jadi yang saya tandatangani hanya Surat Perintah Pembayaran (SPM). Kalau terkait dengan permintaan SPP, itu atas permintaan terdakwa sendiri karena saya sudah limpahkan kepada dia,” kata Saksi, dalam sidang lanjutan korupsi pengadaan wifi di Setda Konut, di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor/ PHI Klas I A Kendari, Kamis 25 Januari 2018. .
Sementara itu, saksi Marthen Minggu mengatakan, terdakwa mengajukan permohonan untuk mencairkan dana dalam proyek pengadaan wifi tersebut, sesuai dengan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D).
“Yang ada itu, permintaan anggaran senilai Rp 150 juta, untuk pengadaan bukan penyewaan. Makanya, setelah saya teliti kontrak pengadaanya ternyata sudah lengkap, dan saya tanda tangan SP2D-nya untuk mencairkan dananya, Tapi ternyata dalam kasus ini, sebelumnya saya tidak tahu, nanti pada saat ada penagkapan Operasi Tangkap Tangan (OTT) dari pihak kepolisian, dan setelah dilakukan penyelidikan, teryata proyek pengadaan wifi itu itemnya dirubah menjadi disewa. Otomatis sudah beda dengan kontraknya,” beber Kepala BPKAD ini.
Rencanannya, dalam sidang yang akan berlangsung pada pekan depan, JPU bakal kembali menghadirkan dua orang saksi yang merupakan teknisi dalam pemasangan Wifi tersebut.
Sidang ini dipimpin langsung oleh majelis hakim Andry Wahyudi SH.,MH beserta dua Hakim anggotanya, Darwin Panjaitan SH dan Dwi Mulyono SH.
Untuk diketahui, proyek pengadaan Wifi tersebut dianggarkan senilai Rp 150 juta. Namun, proyek itu ternyata bermasalah. Sebab, dalam kontraknya ternyata tidak sesuai. Dimana proyek yang seharusnya berbentuk pengadaan, namun terdakwa Helmi Topa hanya melakukan sewa Wifi selama satu tahun. Akibatnya, negara dirugikan sebesar Rp 150 juta. Hal ini sesuai hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan Pembagunan (BPKP) perwakilan Sulawesi Tenggara (Sultra).
Laporan IFAL CHANDRA