TenggaraNews.com, KENDARI – Kepala Sekolah (Kepsek) SMPN 10 Kendari, Ruslan L bantah tudingan pungutan liar (Pungli) yang dialamatkan kepadanya, sebagaimana laporan dari salah satu orang tua siswa ke Ombudsman RI perwakilan Sultra.
Ruslan menjelaskan, dugaan pungli yang dituduhkan kepada dirinya tidak benar. Soal laporan orang tua siswa tersebut, Kepsek ini memungkinkan pelaporan itu dilakukan oleh orang tua siswa yang tidak hadir dalam rapat komite, yang digelar di aula SMPN 10 Kendari, Sabtu 22 Januari 2018.
“Bisa jadi orang tua yang melapor itu tidak hadir saat rapat, sehingga hanya mendengarkan informasi yang tidak jelas,” ujar Ruslan, Sabtu 27 Januari 2018.
Kepsek ini juga mengklarifikasi soal pungutan yang bertujuan untuk pembelian komputer. Menurut dia, pengumpulan dana tersebut diperuntukan pembelian kebutuhan Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) yang mulai diterpakan di Tahun 2018 ini.
“Bukan untuk pembelian komputer, tapi untuk membeli kebutuhan UNBK lainnya, seperti kabel LAN, swicth dan server. Kalau komputer kita sudah punya sekitar 30 unit,” bebernya.

Selain itu, biaya tersebut merupakan kesepakatan dari orang tua siswa melalui rapat komite. Saat itu, Ruslan menyampaikan kebutuhan anggaran sebesar Rp 40 juta, untuk membiayai semua kepengkapan alat yang dibutuhkan saat UNBK nanti.
Kemudian, kata dia, dalam rapat tersebut, orang tua siswa menyepakati untuk membagi rata anggaran yang dibutuhkan, sehingga mereka membagi Rp 176 ribu per siswa. Kendati demikian, Ruslan menolak untuk mematok biaya yang akan dibebankan ke setiap anak didiknya.
“Ini bentuknya sumbangan suka rela. Mereka sendiri (orang tua siswa) yang membagi rata biaya tersebut. Saya hanya menyampaikan total anggaran yang kita butuhkan,” kata Ruslan.
Saat ditanya soal kebijakan UNBK, dia menerangkan, bahwa hal tersebut merupakan instruksi dari Kemendikbud RI, yang mengharuskan 70 persen sekolah di setiap daerah untuk menerapkan UNBK.
“Jumlah siswa kami yang akan mengikuti UNBK sebanyak 226 peserta. Jika kelengkapan alat-alat tersebut tidak diadakan, maka bisa dipastikan 1/2 siswa tak bisa mengikuti ujian,” terangnya.
Saat ini, lanjutnya, pihaknya sudah berhasil mengumpulkan Rp 8.100.000, pembayaran dari 49 siswa. Anggaran yang dibayarkan setiap siswa pun bervariasi, sesuai dengan kerelaannya.
“Jika ada orang tua siswa kurang mampu, yang tak bersedia membayar tak ada permasalahan, asalkan melapor langsung ke saya,” pungkas Ruslan.
Laporan: Ikas Cunge