TenggaraNews.com, KENDARI – Rumpun Perempuan Sultra (RPS) kembali memfasilitasi pelatihan pendampingan paralegal terhadap kelompok konstituen (KK), yang tersebar di 15 kelurahan terdiri dari lima kecamatan di Kota Kendari.
Pelatihan para legal ini dibagi menjadi tiga angkatan. untuk angktan I diikuti oleh KK dari lima kelurahan, meliputi Kelurahan Poasia, Petoaha, Anggalomelai, Tobimeita dan Lepo-Lepo. Waktu pelaksanaannya dimulai hari ini, Selasa 9 sampai 10 April 2019.
Kemudian, untuk angkatan II pesertanya betasal dari Kelurahan Sodohoa, Watu-Watu, Kemaraya, Puunggolaka dan Watulondo, pada tanggal 12 – 13 April 2019. Selanjutnya, angkatan III diikuti kelompok konstitien dari Kelurahan Watubangga, Wua-Wua, Bonggoeya, Mataiwoi dan Anawai, pada tanggal 29-30 April mendatang.
Pengurus RPS, Helny Setyawan menyebutkan, untuk angkatan pertama, pihaknya menghadirkan Drs. Sapri M.Si yang merupakan Ketua Harian P2TP2A Kota Kendari sekaligus Sekretaris Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Kendari, sebagai pemateri.
Lebih lanjut, Helny menjelaskan, pelatihan pendampingan paralegal ini memiliki tiga tujuan. Pertama, meningkatkan pengetahuan dan keterampilan teknis paralegal dalam menangani masalah kekerasan terhadap perempuan dan anak, yang menjadi korban kekerasan dan terampil mengakses layanan publik.
Kedua, meningkatkan kemampuan paralegal dalam berjejaring dengan P2TP2A dan instansi penegak hukum (kepolisian, kejaksaan dan kehakiman) serta SKPD terkait untuk mengakses layanan publik. Ketiga adalah meningkatkan kemapuan paralegal melakukan pendampingan korban, dengan memanfaatkan jejaring yang telah terbangun untuk mengakses layanan publik.
“Ukurannya dari jumlah korban yang didampingi,” ujar Helny kepada TenggaraNews.com.
Dia juga menambahkan, paralegal yang telah dilatih merupakan Layanan Berbasis Komunitas (LBK), tidak terlepas dari layanan yang telah berjalan di KK. Dengan kata lain antara paralegal, LBK, dan KK merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan.
Hal ini, kata dia, dimaksudkan agar tidak terjadi pemahaman yang bias atau pemisahan antara KK dan LBK. Justru dengan kehadiran LBK diharapkan lebih memperkuat posisi KK, dalam melakukan peran sebagai wadah advokasi bagi masyarakatk hususnya perempuan dan anak yang mengalami kekerasan.
Penguatan kapasitas paralegal akan berkontribusi terhadap peningkatan kepemimpinan perempuan, untuk mengurangi kekerasan terhadap perempuan dan anak. Hal ini sejalan dengan Target SDGs 5.2, yakni mengeliminasi segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan pada ruang public dan privat, termasuk perdagangan (trafficking) dan seksual dan bentuk eksploitasilainnya.
“Modul pendampingan paralegal yang telah dibuat oleh Yayasan BaKTI bersama Komnas Perempuan dan Forum Pengada layanan (FPL), perlu ditindaklanjuti dengan penguatan kapasitas paralegal melalui pelatihan paralegal lanjutan, sehingga di tahun ke lima Program MAMPU, paralegal memiliki kesempatan selama setahun (Januari – Desember 2019) mendapat pendampingan teknis-intensif bersama KK, sehingga mampu menangani masalah kekerasan perempuan dan anak secara baik,” beber Helny.
Menurut dia, keberlanjutan KK-LBK sangat ditentukan oleh meningkatnya kapasitas dan komitmen yang kuat, untuk merespon masalah kekerasan perempuan dan anak yang saat ini semakin marak, bukan karena semankin banyaknya kasus tetapi karena semakin terbukanya akses layanan, seiring dengan semakin meningkatnya pengetahuan masyarakat khususnya perempuan yang menjadi korban kekerasan.
“Dengan meningkatnya kemampuan pengurus KK-LBK, dalam hal penanganan perempuan dan anak korban kekerasan di tingkat desa/kelurahan, maka harus diringi dengan meningkatnya jejaring bersama P2TP2A dan instansi penegak hukum dan SKPD Terkait. Meluasnya jejaring KK-LBK akan mengefektifkan proses pendampingan korban kekerasan,” pungkas Helny.
(Kas/red)