KEJAKSAAN Tinggi Sultra sudah mulai menarik keluar 3 orang dari arena pesta anggaran Covid di Sultra. Dua orang dari pihak swasta dan satu orang ASN di Dinas Kesehatan provinsi Sultra selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) dijadikan tersangka. Mereka digulung karena diduga terlibat kasus suap pengadaan alat polymerase chain reaction (PCR) dan reagen PCR dengan nilai total Rp. 3,1 miliar. Ada uang 431 juta disita kejaksaan dari kasus ini.
Semoga penelusuran kasus ini tidak hanya menjadi drama satu babak, karena hanya menjaring tersangka di level PPTK. Terlebih tersangka dari institusi Kesehatan itu sudah menyebut dana yang disita kejaksaan sedianya akan diberikan ke pejabat di Dinkes Sultra.
Pandemi Covid yang masih menjadi horor di tengah masyarakat sampai saat ini, ternyata bukan hal menyeramkan bagi oknum pemburu rente. Di saat ruang gerak masyarakat sangat dibatasi, hingga aktifitas ekonomi masyarakat bergerak sangat lambat, ternyata di balik layar ada pesta anggaran yang meriah dan hingar bingar. Makanya harap maklum, di masa pandemi ini banyak muncul kegiatan birokrat dengan embel-embel tetap menjalankan prosedur kesehatan.
Sudah hampir 1 tahun terakhir, penggunaan dana Covid di Sultra mulai dipersoalkan. Tidak heran, karena uang Rp. 400 miliar hasil refocusing APBD bergerak dan mengalir deras ke berbagai arah, terutama ke hampir semua SKPD di Sultra. Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) mengakui, ada 29 SKPD yang mendapat alokasi dana Covid.
Kepala BPKAD Sultra Isma menyebut anggaran Rp400 miliar dibagi dua, yakni sebanyak Rp241 miliar untuk belanja program di 27 SKPD dan Rp158 miliar masuk pos Belanja Tidak Terduga (BTT) atau bantuan tunai ke warga. Rp 241 miliar untuk belanja kegiatan ini dialokasikan ke beberapa kebutuhan. Misalnya honor petugas kesehatan dan gugus tugas sebesar Rp 16,7 miliar dan pengadaan barang dan jasa sebesar Rp179,4 miliar.
Selain itu, belanja modal sebesar Rp 45,3 miliar untuk digunakan beli barang menjadi aset tetap. Membangun gedung isolasi Covid-19, rehabilitasi kantor BPSDM dan eks SMA Angkasa sebagai tempat isolasi baru.
Dinas Pendidikan mendapatkan alokasi belanja program sebesar Rp17,8 miliar. Sedangkan belanja tidak terduga sebesar Rp22,3 miliar. Dinas Kesehatan mendapatkan alokasi belanja program sebesar Rp56,5 miliar dan BTT sebesar Rp8,5 miliar. Rumah Sakit Umum Provinsi mendapatkan belanja program Rp26 miliar dan BTT Rp500 juta.
Rumah Sakit Jiwa (RSJ) mendapatkan belanja program Rp5,7 miliar tak dapat BTT. Catat ya, Rumah Sakit Jiwa juga dapat dana Covid, dengan alasan yang belum pernah dijelaskan. Entahlah, bagaimana menghubungkan anggaran Covid dengan Rumah Sakit Jiwa, karena sejauh ini belum ada pasien Covid yang dinyatakan memiliki korelasi positif dengan masalah kejiwaan.
Dinas Cipta Karya Bina Konstruksi dan Tata Ruang mendapatkan belanja program sebesar Rp15 miliar. Badan Kesatuan Bangsa dan Politik mendapatkan alokasi Rp4,5 miliar belanja program dan Rp4,5 miliar untuk BTT. Coba liat dalam rincian di Di Kesbangpol, Rp 3,5 miliar anggaran hanya digunakan untuk perjalanan dinas dalam daerah, dan Rp 1 miliar digunakan untuk membeli masker, obat-obatan dan multivitamin. Rupanya penting sekali untuk melakukan perjalanan dinas di masa pandemi.
Satuan Polisi Pamong Praja mendapatkan alokasi Rp3 miliar, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) mendapatkan Rp11,8 miliar untuk belanja program dan Rp5,7 miliar untuk BTT.
Dinas Sosial mendapatkan Rp21,1 miliar untuk belanja program dan Rp21,2 miliar untuk BTT. Dinas Ketahanan Pangan mendapatkan Rp30,5 miliar belanja program dan Rp500 juta untuk BTT.Dinas Perindustrian dan Perdagangan mendapatkan Rp15 miliar untuk belanja program namun tak ada bantuan tunai kepada pedagang.
Sementara Dinas Transmigrasi dan Tenaga Kerja mendapatkan Rp12 miliar untuk belanja program dan bantuan tunai untuk warga hanya Rp975 juta.Dinas lainnya yang tak kalah besar anggarannya namun dikhawatirkan ada ketimpangan adalah di Dinas ESDM yang mendapatkan Rp3,4 miliar untuk BTT. Selain itu, Biro Administrasi dan Perekonomian mendapatkan Rp2,9 miliar untuk belanja program dan Rp2,5 miliar untuk BTT.
Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) juga mendapatkan alokasi tak sedikit. Sebanyak Rp1,1 miliar untuk belanja program, namun untuk BTT sebesar Rp5,3 miliar.
Sayangnya, tidak ada yang transparan dalam aliran dana ini, nyaris dibungkus rapat. Apalagi ditambah banyaknya bantuan yang jelas tidak bersumber dari APBD.
Sorotan muncul dari Aliansi Masyarakat Peduli Hukum Sultra, mereka menemukan Dana Covid digunakan untuk Pembangunan Gudang, Pemasangan Paving Block, Pembangunan Guest House serta Rehabilitasi Pagar, Gapura dan Pos Jaga di Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Provinsi Sultra.
Mantan Wakil Ketua DPRD Sultra, Muh Endang mengkritik Dana penanganan Covid-19 sebesar Rp 400 miliar yang dianggarkan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara dianggap memiliki banyak anomali. Anggaran yang seharusnya fokus di tiga bidang prioritas yaitu Kesehatan, ekonomi dan sosial, justru disebar ke puluhan dinas, baik terkait maupun tidak, termasuk alokasi bantuan tunai. Untuk itu pemerintah provinsi perlu menjelaskan dengan detail alokasi, peruntukan, hingga penggunaan dana.
Menurut Endang, dana penanganan Covid-19 berdasarkan refocusing anggaran daerah seharusnya dirasakan langsung oleh masyarakat luas. Bentuknya bisa berupa bantuan program, perbaikan dan pengikatan sarana kesehatan, atau kebijakan terkait daya beli masyarakat. ”Jangan sampai anggaran justru untuk kebutuhan orang di kantor dan pemerintah sendiri,” tambahnya.
Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara mengalokasikan Rp 400 miliar penanganan Covid-19 melalui refocusing anggaran. Sebanyak Rp 83,4 miliar digunakan untuk bantuan tunai ke masyarakat yang terbagi ke sejumlah dinas. Sebanyak Rp 75 miliar adalah dana tidak terduga yang dipersiapkan sewaktu-waktu. Sementara itu, Rp 241,5 miliar akan digunakan untuk belanja program.
Yusuf Talama, perwakilan Aliansi Transparansi Covid-19 Sultra meminta pemerintah menjelaskan setiap penggunaan anggaran, baik untuk program maupun bantuan. Terlebih masyarakat terdampak sangat membutuhkan bantuan dalam waktu cepat. Pemerintah dipandang tidak melakukan langkah-langkah task force, dan hanya mengikuti pola anggaran sebelumnya. “ Dengan car aini, justru terkesan anggaran seperti dihambur-hamburkan agar bisa terpakai,,” tudingnya.
Kritikan tajam juga datang dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Kendari. Dalam satu aksi unjuk rasa mereka bulan februari 2021 lalu, Ketua Cabang HMI Kendari Sulkarnain membeberkan penggunaan dana ratusan miliar itu tidak transparan dan Pansus DPRD Sultra yang sudah dibentuk tidak bekerja dengan baik.
Menurut HMI, informasi penggunaan dana Covid yang sempat dipublikasi melalui beberapa media, merupakan upaya pemerintah untuk mencoba mengaburkan isu tidak terdistribusinya anggaran Covid.
Sulkarnain menjelaskan, berdasarkan keterangan pihak Dinas ESDM Sultra, sekitar 40 lebih pemilik IUP telah menyumbang untuk membantu penanganan Covid, namun jumlah dan item sumbangan itu sama sekali tidak dibeberkan.
Bukan hanya itu, lanjutnya, alokasi anggaran Covid untuk Sultra, baik yang bersumber dari daerah, APBN maupun perusahaan-perusahaan swasta dan BUMN tidak pernah diberikan rincian detil soal penggunaannnya kemana saja dan seperti apa.
Sulkarnain menyebutkan, pihaknya menemukan beberapa dinas yang terbukti menyalahgunakan anggaran Covid, sehingga sangat kuat dugaan terjadi manipulasi laoporan penggunaan dana Covid.
“Jadi, dugaan kami sumbangan alat kesehatan dan bantuan logistik lainnya yang sudah di bagi kepada masyarakat, hanya sumbangan barang masuk bukan merupakan hasil belanja daerah dari anggaran covid yang telah dialokasikan,” tegasnya.
Bermain-main dengan anggaran bencana, sama saja menantang perintah Presiden Joko Widodo yang sudah meminta aparat penegak hukum mengawasi penggunaan dana wabah Covid-19 yang mencapai Rp 695,2 triliun. Jika ditemukan aspek kesengajaan untuk mencoba korupsi, Presiden jauh-jauh hari sudah memberikan lampu hijau untuk “menggigit” oknum tersebut.
KPK juga sudah lama bersiap. Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri menegaskan, lembaganya akan bertindak tegas apabila menemukan pelanggaran dan unsur koruptif yang dilakukan penyelenggara negara. Firli mengancam tak segan-segan menuntut mereka dengan hukuman mati jika melakukan korupsi di tengah bencana Covid-19.
“Korupsi yang dilakukan pun menimbulkan kerugian negara atau keuangan negara. Apalagi jika korupsi dilakukan dalam situasi bencana, maka itu termasuk kejahatan berat dan ancaman hukumannya dengan hukuman mati,” kata Firli, (15/6/2020).
Di Sultra, pada triwulan pertama 2020, dampak pandemi COVID-19 mulai dirasakan. Pertumbuhan ekonomi triwulan pertama 2020 turun menjadi 4,37 % dari sebelumnya 6,39%, kinerja ekspor Sultra turun sebesar 90,80% dan mengakibatkan penambahan angka pengangguran menjadi 3,17 %.
Di sisi fiskal, secara konsolidasian, pendapatan lingkup Sultra turun 37,64% begitupun belanja turun 11,49 % dibanding triwulan pertama 2019. Kedepan, turbulensi perekonomian akibat pandemi COVID-19 akan lebih terasa. Pemda perlu mengambil langkah nyata menangani pandemi COVID-19, melakukan realokasi APBD, menyiapkan bantuan bagi masyarakat terdampak, dan memulihkan ekonomi.
Penulis : AS Amir