TenggaraNews.com, WAKATOBI – Pengangkatan seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) sebagai seorang Lurah oleh Bupati Wakatobi Haliana Berdasarkan SK Nomor 220 Tahun 2022 dinilai merendahkan martabat perempuan Wakatobi.
Diketahui, pegawai yang dilantik menjadi Lurah Patipelong, Kecamatan Tomia Timur itu adalah Safiun yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Seksi di Dinas PUPR Wakatobi.
Sedangkan istrinya merupakan seorang ASN atas nama Nurhayati yang menjabat sebagai kepala Sekolah.
Peristiwa itu terkuak dalam Rapat Konsultasi Pemerintah Daerah (Pemda) bersama DPRD Kabupaten Wakatobi.
Pasalnya, lurah yang dilantik Bupati Wakatobi pada tanggal 17 Januari 2022 itu, masih menjalani proses etik karena melakukan pelanggaran kode etik Pegawai Negeri Sipil (PNS), yaitu nikah sirih dengan orang yang belum diketahui pasti identitasnya.
Rapat kemudian menjadi tegang karena persoalan itu. Apalagi diungkapkan oleh Anggota DPRD Muhammad Ali, yang dilantik sebagai Lurah Patipelong Kecamatan Tomia Timur tersebut adalah Oknum ASN yang etiknya juga di didisposisikan oleh Bupati sendiri ke Badan Kepegawaian dan pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) untuk diproses.
” Bahwa di SK Nomor 220 Tahun 2022, Bupati telah melantik Oknum ASN yang bukan lagi diduga tetapi telah terproses, bahkan Bupati Wakatobi telah medisposisikan untuk diproses ke BKPSDM. Artinya orang yang dimaksud dalam klasifikasi sementara di proses, mestinya yang idealnya jangan kemudian diberikan promosi, apalagi tindakan yang bersangkutan dapat dimakna sebagai tindakan pidana, ” ujar Muhammad Ali, 24 Januari 2022.
Menurutnya, keputusan bupati itu, dinilai telah melanggar tiga perkara dasar. Pertama melanggar norma, sebab nikah sirih dalam terminologinya belum diakui di Wakatobi maupun norma yang ada.
Pembiaran pelanggaran norma dimaksud, menyiratkan kepada seluruh ASN di Wakatobi bisa menikah sirih dan tidak beresiko terhadap status ASN-nya.
Kedua, Bupati dinilai melakukan penghancuran kebudayaan Wakatobi secara sistemik dan terstruktur yang disajikan dalam bentuk surat keputusan bupati.
Sebab, budaya Wakatobi sangat menjunjung tinggi harkat dan martabat seorang perempuan. Apalagi yang bersangkutan sama-sama sebagai ASN yang jelas prosedur dan aturannya jika telah menikah dan bercerai harus mematuhi etika profesi seorang pegawai.
Apalagi, dalam struktur pemerintahan bupati adalah pejabat pembina kepegawaian yang diatur dalam undang-undang.
Ketiga, Bupati Wakatobi dinilai telah melawan konstitusi sebab dengan alasan tidak mengetahui hal tersebut terbantahkan dengan surat disposisi yang dikeluarkanya untuk ASN yang bersangkutan dapat diproses secara etik.
Tiga perkara yang dinilai melawan konstitusi tersebut, Muhammad Ali mengusulkan kepada Ketua DPRD Wakatobi untuk segera mengambil tindakan tegas melakukan pendalaman dan bila perlu segera membentuk Pansus mengenai persoalan tersebut, sebab DPRD adalah garda terdepan dalam persoalan rakyat.
Laporan : Syaiful