TenggaraNews.com, KENDARI – Wakil Gubernur (Wagub) Sultra, Lukman Abunawas akhirnya angkat bicara terkait unjuk rasa masyarakat Konkep. Aksi tersebut dinilainya sangat positif. Apalagi, Gubernur Ali Mazi sudah berjanji ketika kampanye di Pulau Wawonii saat Pilgub 2018 lalu, untuk mencabut Izin tambang atau IUP yang ada. Sebagai Wagub dan yang memekarkan DOB Kabupaten Konkep di Tahun 2013 lalu, Lukman Abunawas punya komitmen dengan masyarakat di daerah tersebut.
“Prinsip saya, mana yang terbaik itu kita laksanakan. Buat saya pribadi, jangankan tenaga dan fikiran yang saya berikan bertahun-tahun untuk memekarkan DOB Kabupaten KonKep, Nyawapun saya siap pertaruhkan demi saudara-saudara saya di Konkep,” tegas Lukman Abunawas, saat dikonfirmasi jurnalis TenggaraNews.com, Rabu 14 Maret 2019.
Sebagai bentuk komitmen dan keseriusannya untuk memperjuangkan kepentingan masyarakat Konkep, Lukman nyatakan kesiapannya untuk melakukan sumpah adat Kalosara (adat Tolaki), untuk kea lmanan, kedamaian dan ketertiban daerah yang dicintai yakni Sultra.
Lukman mengatakan, bahwa IUP di Kabupaten Konawe Kepulauan (Konkep) diterbitkan pada Tahun 2006-2007 lalu. Saat itu, Konkep masih gabung dengan Kabupaten induk yakni Konawe. Sesuai prosedur dan ketentuan yang berlaku, tujuan untuk pengembangan potensi Sumber Daya Alam (SDA) demi kesejahteraan masyarakat, jika dikelola dengan sebaik-baiknya, dan direspon oleh masyarakat sebagai pemilik kedaulatan tertinggi.
Berdasarkan RTRW nasional saat itu, kata Lukman, Kabupaten Konkep atau Pulau Wawonii masuk dalam wilayah yang dimungkinkan untuk kawasan prrtambangan, sesusai dengan Keputusan Menteri ESDM nomor 3673 Tahun 2014, tentang kawasan Pulau Sulawesi. Dimana Wawonii masuk wilayah tambang jenis logam/nikel, pasir dan kerikil.
Lebih lanjut, Ketua Lembaga Adat Tolaki (LAT) Kabupaten Konawe ini memutuskan, berdasarkan UU nomor 27 Tahun 2014 Jo UU nomor 1 Tahun 2017 tentang pulau-pulau kecil dan kawasan pesisir, Pulau Wawonii (787 km2), Kabaena (853 km2), Maniang dan pulau-pulau kecil di Kabupaten Kolaka dimungkinkan untuk pertambangan nikel dan sirtu.
“Khususnya di Konkep, dengan syarat mengutamakan pelestarian lingkungan hidup, jaminan reklamasi, dan yang utama tidak ada kerusuhan dan kommitmen dengan masyarakat, jadi IUP yang dikeluarkan belum mutlak dijadikan dasar untuk operasonal, karena pemegang IUP harus ke lokasi untuk komunikasi dengan masyarakat, apakah mereka mau menerima atau tidak,” jelas Ketua KONI Sultra ini.
Menurut Lukman, jika masyarakat menerima kehadiran pertambangan didaerahnya, tentu ada syarat-syarat yang harus dipenuhi pihak perusahaan, seperti Amdal diperhatikan, komitmen dgn masyarakat dan adanya jaminan reklamasi pasca penggalian.
“Ini yang normal, tapi jika masyarakat menolak, tentu tidak dapat dilaksanakan untuk operasi pengangk lutan ore nikel,” terang Lukman.
(Kas/red)