TenggaraNews.com, KENDARI – Lahan warga Kelurahan Laompo, Kecamatan Bataogga, Kabupaten Buton Selatan (Busel) seluas 3,7 kilo meter diduga diambil oleh Pemda Busel tanpa melakukan ganti rugi.
Tiga tahun lebih sudah lahan milik warga tersebut digunakan pihak Pemda untuk kawasan perkantoran. Namun, hingga saat ini masyarakat justru tak mendapatkan apa-apa, janji untuk menjadikan Pegawai Negeri Sipil (PNS) bagi anak-anak pemilik lokasi juga tak kunjung direalisasi. Sehingga Pemda Busel dinilai mengibuli atau membohongi warga.
Salah satu warga Kelurahan Laompo, Muhamad Amirudin mengungkapkan, selain tak menepati janji ke pemilik lahan, pemerintah juga selalu menakut-nakuti masyakarat, dengan modus lokasi pembangunan perkantoran sudahtm turun status menjadi APL.
“Jadi, satu kilometer yang terakhir digusur itu mereka klaim itu adalah APL. Pemerintah ini diindikasi melakukan pembodohan kepada masyakarat, karena tanah yang berada diatasnya, sebelumnya adalah perkebunan masyarakat ini sudah disertifikatkan sejak 2017 kemarin,” beber Muhamad Amirudin kepada awak media, Kamis 21 Februari 2019.

“Malah mereka mengatakan, tanah yang berstatus APL itu tidak akan di ganti rugi, karena itu tanah pemerintah,” tambahnya.
Akibatnya, kata dia, pada Tahun 2017 lalu, masyarakat kembali melakukan hearing tekait tanah yang seluas 15 meter, yang berada di bagian bawah.
“Dalam hearing, Plt. Bupati hari ini. dia sampaikan akan menggati tanah masyarakat yang dipakai oleh Pemda. Namun sangat disayangkan, sampai hari ini penggantian tanah tersebut belum juga direalisasikan sehingga terjadi kegaduhan,” katanya.
Lebih lanjut, dia menjelaskan kronologi penguasaan lahan warga oleh Pemda yang berawal saat akan dilakukan pemekaran, dari Buton induk terbagi menjadi Buton Selatan. Saat itu, Kabupaten Buton masih dipimpin oleh Umar Samiun.
Guna memeriksa lokasi yang akan dibangun perkantoran, Umar Samiun lalu meninjau lokasi atas arahan camat dan pejabat, bahwa lokasi perkantoran akan dibangun, yang jaraknya empat kilo meter dari pemukiman warga dan kelurahan
“Setelah itu, ditunjuk di tempat yang saat ini dijadikan kawasan perkantoran. Awalnya, bukan tiga puluh meter jalannya, tapi hanya menggusur sebatas masuknya kendaraan saja. Dan sebelum ada penggusuran, beberapa janji pejabat daerah Buton dilontarkan saat itu, bahwa yang terkaper lokasinya untuk lahan perkantoran, maka anaknya akan di PNS-kan, sehingga masyakarat beramai-amai untuk memberikan tanahnya. Siapa sih yang tidak mau kalau seperti itu,” jelasnya.
Setelah itu, sekitar akhir 2015 lalu dilakukan penggusuran tahap pertama sepanjangan 1 KM. Dimana, saat itu sudah terbentuk Busel. Selanjutnya, pada 2016 digusur lagi untuk satu kilometer berikutnya.
“Sejak 2015 sampai 2016 Pemda sudah melakukan pengusuran sepanjang dua kilometer, dan tahun 2017 digusur lagi dengan panjang 1 kilo 700 meter, sehingga total luasan tanah warga yang sudah dipakai sudah mencapai 3,7 KM,” terangnya.
Atas perjanjian masyakarat, dibentuklah sebuah dokumen yang dalam dokumentasinya nampak seperti laporan. Surat pernyataan yang dibuat oleh masyarakat tanpa kop, tanpa stempel dan pemerintah daerah juga mengklaim bahwa dokumen itu adalah dokumen hibah, yang diklaim pemerintah murni hibah dari masyakarat.
“Di dalam lembaran pertama dan terakhir itulah diindikasi ada pemalsuan tanda tangan, karena dalam surat yang dibuat oleh masyakarat itu hanya diberi kertas kosong dan masyakarat disuruh tanda tangan dan dikumpul. Mreka tidak tahu apa isi perjanjian mereka. Hanya secara lisan bahwa anaknya akan di PNS kan,” ujarnya.
Selanjutnya, hingga di tahun 2018 lalu, pihak Pemda tak kunjung merealisasikan atas apa yang menjadi komitmen sebelumnya,
“Mereka sudah ambil tanah kami, namun sampai saat ini komitmen yang sudah disepakati tidak pernah ada realisasi ganti rugi atau janji untuk menjadiakan anak masyakarat yang sudah memberikan tanahnya sebagai PNS, sepertinya hanya pembohongan,” tambahnya.
Bahkan, sebelum lahan warga dikuasai, rupanya Pemda juga tidak pernah melakukan Sosialisasi. Hanya segelintir orang yang dekat dengan pejabat, yang didatangi di setiap rumah terus di kumpulkan ke rumah warga dan kembali lagi ditekankan. Dengan jurus yang sama, Pemda kembali memberikan Iming – iming kepada masyarakat.
” Dari pertemuan itu, pejabat lalu membuat daftar absen itu untuk di jadikan sebagai dokumen pernyataan masyarakat, bawah masyakarat siap untuk melepas tanahnya,” pungkasnya.
(Rus/red)