TenggaraNews.com, BUTON TENGAH – Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Buton Tengah, dr. Karyadi membantah tudingan bahwa pihaknya telah melakukan penelantaran terhadap salah satu pasien (Bayi Silfia), sehingga berakibat fatal karena bayi asal Desa Matara itu meninggal dunia.
Menurut Juru Bicara Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Buteng ini, tenaga medis sudah melakukan pekerjaan sesuai dengan protokol yanga ada di dalam rumah sakit dari awal hingga akhir.
Pernyataan Direktur RSUD Buteng itu ditanggapi pedas oleh Sekretaris DPC Partai Hanura Buteng, Djoysman.
Menurutnya, pihak RSUD tak melakukan seperti apa yang sudah dianjurkan oleh Kemenkes. Hal itu dibuktikan dengan tidak dirujuknya pasien bayi Silfia dengan cepat ke rumah sakit rujukan yang ada di provinsi Sultra.
Djoysman mengatakan, bersedia atau tidak dari pihak keluarga pasien ketika sudah divonis berstatus Pasien Dalam Pengawasan (PDP), seharanya bayi Silfia sesegera mungkin dirujuk untuk menghindari apa yang tak diinginkan yaitu penularan kepada orang lain.
Parahnya, orang tua bayi Silfia dibiarkan pulang bersama jenazah pasien tersebut menggunakan mobil ambulance, tanpa pengawalan ketat pihak RSUD dan hanya diperintahkan isolasi mandiri dalam rumah, serta melakukan pemakaman tidak sesuai standar penderita Covid-19.
“Menurut kami sangat riskan, mengingat anaknya sudah di vonis PDP Covid-19, berbahaya bagi orang tuanya untuk pulang ke rumah, karna jika bayi silfia dinyatakan positif COVID-19 berdasarkan uji lab, maka perawat Puskesmas, orang tua pasien dan seluruh masyarakat desa Matara dikategorikan ODP,” katanya kepada TenggaraNews.com, Jumat 10 April 2020.
Dengan demkikan, lanjut Djoysman, maka pihak perawat Puskesmas dan orangtua bayi tersebut tidak bisa melakukan karantina mandiri lagi, melainkan harus dilarantina dalam rumah sakit rujukan yang sudah ditunjuk agar dilihat perkembanganya selama masa inkubasi 14 hari, mengingat wabah ini sangat mematikan dan belum di temukan vaksinnya.
Apalagi, pemerintah mengimbau tidak dianjurkan merujuk pasien biasa di rumah sakit rujukan Covid-19. Misalkan sakit demam biasa, batuk san flu biasa harus diperiksa baik-baik agar bisa di simpulkan dia PDP atau tidak, jangan sampai salah vonis PDP dan dirujuk di rumah sakit rujukan Covid-19, karena ditakutkan tadinya tidak terpapar virus malah nantinya tertular, kasian pasiennya.
“Artinya, apa pihak RSUD Buteng harus hati-hati dalam memvonis pasien pada tingkatan PDP Covid-19,” jelasnya.
Djoysman juga menyoroti pihak Puskesmas Mawasangka. Sebab, Ia menilai telah melalukan kelalaian dalam memberikan informasi lengakap terhadap keluarga pasien dan RSUD rujukan.
“Seharusnya, sebelum dirujuk ke RSUD Buteng pihak Puskesmas harus tuntas melakukan pemeriksaan dari si pasien sampai ke keluarganya, serta riwayat perjalanan keluarga dan sama siapa saja mereka melakukan kontak seminggu terakhir, dari sinilah pihak Puskesmas mengambil kesimpulan apakah bayi Silfia PDP Covid-19 atau penemonia biasa,” ungkapnya.
Jika PDP Covid-19 tidak seharusnya pihak Puskesmas merujuk pasien tersebut ke RSUD Buteng, dan seharusnya dirujuk di rumah sakit rujukan Covid-19 dan orang tuanya harus diamankan pula, serta para petugas medis harus memakai APD lengkap.
Djoysman menambahkan, setelah pihaknya mengaitkan penyataan dari pihak keluarga bayi Silfia dan pernyataan pihak RSUD buteng, hasilnya, sangat kontradiksi. Oleh sebab itu, pihaknya menyimpulkan pihak RSUD Buteng telah melakukan tindakan inprosedural, sehingga mengakibatkan meregangnya nyawa seseorang karena masih ada lagi hal yang di lakukan pihak RSUD, untuk memenuhi persyaratan penetapan pasien dalam pengawasan Covid-19.
“Dan kami memastikan pihak Puskesmas Mawasangka tidak melakukan deteksi dini, pencegahan dan pengendalian Covoid-19 seperti penetapan ODP dan PDP dalam pedoman pencegahan Covid-19 Kemenkes. Jika Puskesmas melakukan hal-hal dan mengikuti protap penanggulangan Covid, maka tidak akan terjadi kasus seperti bayi Salfia,” benernya.
Sebab, pasien yang sudah di tes saja positif oleh alat rapid tes belum bisa ditetapkan statusnya sebagai PDP, harus dipastikan positif atau tidak agar statusnya berubah PDP.
Apa yang sudah dilakukan oleh pihak RSUD dan Puskesmas, akan membuat trauma semua masyarakat terkhusus warga Buteng , karna yang sesak biasa, batuk biasa , flu biasa akan takut melaporkan dirinya sakit karena takut bisa bernasib sama seperti bayi Silifa.
Oleh sebab itu, Bapak Buteng harus mengevaluasi kinerja tim medis kesehatan RSUD/Puskesmas terkait, serta mencopot jabatan Dirut RSUD Buteng dan Kepala Puskesmas Mawasangka induk, karena lalai dalam menjalankan tugas. Satu nyawa berharga dan tidak boleh kita lengah menghadapi pandemic Covid-19 ini, ” tegasnya.
Djoysman juga berpesan kepada masyarakat agar mengikuti anjuran pemerintah terkait pembatasan aktivitas, jaga jarak dan selalu melaporkan setiap keluhan kesehatan di Puskesmas terdekat.
Dan buat dokter serta para medis harus selalu semangat dalam memerangi wabah pandemi Covid-19 ini.
“Kami tahu hal ini tak mudah, tapi sebagai abdi negara, bagaimanapun masyarakat membutuhkan kalian . Jadikan pelajaran di RSUD Buteng sebagai pengalaman, bahwa ketika dalam bekerja kode etik perawat harus di ingat, dan bekerja sesuai protap penangan penyakit. Kalian adalah palahwan kami saat ini, ” imbaunya.
Laporan : Ikas