Syaiful La Wiu Alias Syaiful Bin La Wiu, itulah nama salah satu yang menulis dari tiga orang, Rahman Alias Jadu Bin La Ganti dan Nuriaman Alias Nuri Bin La Rida yang dibungkam dalam bui yang menurut hukum patut diproses secara pidana.
Namun bagi kami, itu merupakan bagian dari pembungkaman demokrasi. Pasalnya seperti ada semacam pemaksaan penahanan, dengan segala instrumen yang risih dan takut, dengan pengungkapan fakta-fakta kejahatan yang hampir saja terbongkar ke khalayak publik saat itu.
Polemik yang disuarakan saat itu adalah masalah penambangan Ilegal, kebijakan bupati yang dinilai tidak pro terhadap keberlangsungan hidup masyarakat Kabupaten Wakatobi. Kemudian, dugaan keterlibatan oknum petinggi daerah dalam memuluskan proyek senilai puluhan milyar rupiah.
Surat penetapan tersangka dan penahanan yang membuat kami berada di balik jeruji itu dikeluarkan pada tanggal 24 September 2022 oleh Polsek Wangi-wangi Selatan, atas laporan polisi Nomor: LP/40/1X/2022/Res Wakatobi/Sek Wangi-wangi Selatan tanggal 14 Septber 2022 dan surat perintah penyidikan Nomor: Sp. Sidik/32/1X/2022/Reskrim Sek tanggal 18 September 2022, hingga akhirnya dikeluarkan surat Penetapan tersangka Nomor: S. Tap/28/1X/2022/ Reskrim Sek pada tanggal 23 September 2022 yang ditandatangani oleh Kapolsek Hadi Purnama SH, dengan sangkaan pasal 406 atau 335 KUHPidana jo Pasal 55 Ayat (1) KUHPidana.
Kami ditahan dan di masukan dalam Rumah tahanan Polres Wakatobi, hanya karena salah satu teman kami Rahman, menjatuhkan mikrofon dan dua buah piring gelas secara spontanitas, akibat dari aksi-aksi sebelumnya yang tidak mendapat pelayanan publik secara baik oleh Pemerintah Daerah (Pemda).
Dua hari kami ditahan, ada sedikit perlakuan khusus dari Polres Wakatobi, CCTV di dua sudut ruang tahanan mulai di aktifkan, diganti dengan baru yang dikontrol langsung oleh petinggi Polres. Tak hanya itu pembesuk pun mulai dijaga ketat.
Penahanan di Polres Wakatobi selama 40 hari cukup membuat pengalaman, banyak situasi dan informasi dengan segala keterbatasanya yang kami himpun.
Penjagaan di ruang tahanan Polres Wakatobi dilakukan dengan tiga regu/piket, antara jam 08.00 pagi – Jam 08.00 malam. Dan dari jam 08.00 malam sampai jam 08.00 Pagi Wita.
Saat itu, kami disampaikan oleh penyidik Polsek Wangi-wangi Selatan, bahwa perkara itu tak ada solusi lain, selain pencabutan dari pelapor.
Namun, setelah ada pencabutan dari pelapor Rusdin selaku Sekretaris Dewan (Sekwan) DPRD Kabupaten wakatobi pada saat itu, ternyata tak bisa dihentikan sebagaimana yang disampaikan penyidik saat kami diperiksa.
Justru yang terjadi malah sebaliknya, dikeluarkan surat perpanjangan oleh penyidik. Namun pada saat itu kami tidak mau mendatangani surat perpanjangan tersebut, sebab telah ada surat pencabutan dari pelapor, pada akhirnya, kami membuat pernyataan tidak bertanda tangan dengan dasar telah ada pencabutan perkara dari pelapor.
Tragis itu tak hanya sampai di situ, setelah dilakukan pencabutan oleh pelapor, tiba-tiba dikabarkan bupati Wakatobi tidak ingin masalah itu selesai dengan baik, sebab, ia dengan kekuasaanya memerintahkan Pelaksana Sekwan DPRD Wakatobi, Kamaruddin untuk keberatan mengenai pencabutan laporan yang dilakukan Rusdin.
Lanjut, pelimpahan perdana berkas ke kejaksaan terjadi P19, namun setelah pelimpahan kedua, tiba-tiba muncul pasal baru yaitu 170 dengan ancaman pidana lima tahun enam bulan.
Pasca dilakukan P21 kurang lebih satu minggu menjadi tahanan kejaksaan, kami langsung dipindahkan ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas 11 A Bau-bau.
Penahanan di rumah tahanan Polres wakatobi selama 40 hari, dan sidang pertama kami ikuti yaitu sidang dakwaan Secara Online dari Lapas Kelas 11 A Bau-bau.
Sidang berlangsung hampir sekitar dua bulan, gara-gara salah satu saksi JPU, dari Anggota DPRD Wakatobi Saharuddin selama tiga kali tidak memenuhi panggilan Majelis.
Kamipun, di Vonis atas segala pertimbangan hukum oleh majelis hakim. Saya, Syaiful La Wiu Bin La Wiu dan Nuriaman Bin Larida dihukum selama empat bulan, sedangkan Rahman Jadu Bin La Ganti di Vonis Selama lima bulan, kendati sebagai tersangka utama pada pemenuhan unsur pasal 406 yang terbukti menurut hakim, pasal alternatif yang diberikan JPU yaitu 170, 406, dan 335 KUHPidana Jo pasal 55 KUHPidana.
Masih banyak hal yang ingin saya sampaikan melalui tulisan ini, namun saya pikir cukup untuk dapat diketahui, bahwa proses acara pidana dengan kepentingan politik yang bergulir pada peristiwa 14 September 2022 itu, jika disadari merupakan pukulan keras bagi para pemuda, aktifis dan masyarakat lainya sebagai sosial kontrol.
Sebab, bukan lagi uji hukum namun telah ada kepastian hukum yang ingkrah dari pengadilan atas peristiwa yang suatu saat, besok atau kapanpun yang akan digunakan oleh penguasa untuk membungkan demokrasi di Wakatobi.
Menurut saya, ini adalah bentuk pembungkaman demokrasi, oleh rezim, sebab banyak peristiwa lebih genting yang terjadi di dalam aksi demo di kantor DPRD sebelum-sebelumnya, namun dengan segala pertimbanganya dapat diselesaikan diluar pidana dan baru terjadi juga bupati ikut campur tangan dalam wilayah kerja DPRD, benar-benar pembungkaman Demokrasi..
Jika ini tidak menjadi perhatian, penguasa akan sewenang-wenang tanpa adanya sosial kontrol dan kritikan, maka sudah sewajarya hak demokrasi rakyat wakatobi harus diselamatkan.
Salam Demokrasi
Penulis : Syaiful La Wiu
Wartawan Media Online TenggaraNews.com di Wakatobi