TenggaraNews.com, KENDARI – Hasil investigasi Eksekutif Daerah Wahana Lingkungan Hidup (ED Walhi) Sulawesi Tenggara (Sultra), ditemukan aktivitas pertambangan ilegal di Block Matarape, Kecamatan Langgikima, Kabupaten Konawe Utara (Konut), Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra). Daerah ini berbatasan dengan wilayah Kabupaten Morowali, Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng).
Direktur ED Walhi Sultra, Saharuddin menegaskan, semua aktivitas pertambangan di Blok Matarape melanggar UU nomor 4 Tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batubara, dan UU nomor 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup (PPLH).
Lebih lanjut, Saharuddin mengatakan, aktivitas ilegal di kawasan tersebut menimbulkan kerugian negara yang jumlahnya sangat fantastis. Hanya saja, pria yang popular dengan sapaan Udin ini tak menyebutkan secara pasti, berapa jumlah kerugian negara dari hasil pertambangan illegal tersebut, karena membutuhkan perhitungan secara khusus dari ahli.
Tak hanya itu, kata Saharuddin, masyarakat yang berdomisili di sekitar kawasan pertambangan tersebut turut merasakan dampak dari aktivitas pertambangan ilegal itu. Untuk itu, Walhi Sultra mendesak Polri, kejakaan, Gakum LHK, Saber Pungli dan KPK agar segera menindak tegas pengusaha-pengusaha nakal yang melakukan aktivitas ilegal tersebut.
“Kerugian negara di Block Matarape sangat besar. Masyarakat sangat merasakan dampaknya,” katanya, Kamis 2 Juli 2020.
Saharuddin menyebutkan, salah satu dampak yang dirasakan masyarakat setempat adalah penggunaan fasilitas umum, yakni jalan menuju ke desa. Akibatnya, pengguna jalan yang melintasi jalan tersebut kerap mengalami kecelakaan.
Udin menambahkan, sejumlah instansi terkait diduga turut terlibat dalam aktivitas ilegal itu. Diuraikannya, seperti pihak kepolisian yang terkesan melakukan pembiaran karena tak melakukan penangkapan terhadap para pelaku ilegal mining.
Kemudian, Dinas Kehutanan juga turut melakukan pembiaran. Padahal, wilayah yang digarap merupakan kawasan hutan.
“Seharusnya kan pihak Dinas Kehutanan kukuh mempertahankan kawasan hutan itu agar tidak dibuka,” tambahnya.
Begitu pula Dinas ESDM Sultra, diduga terlibat karena tak memberikan rekomendasi atasi aktivitas ilegal mining tersebut. Sedangkan pihak Syahbandar Molawe, keterlibatannya terkait pada penerbitan dokumen-dokumen pelayaran.
Laporan : Ichas