TenggaraNews.com, KENDARI – Anak jalanan (Anjal) dan gembel pengemis (Gepeng) rupanya masih menjadi momok bagi pemerintah kota (Pemkot) Kendari. Padahal, Kendari telah dianugerahi sebagai Kota Layak Anak (KLA). Pantauan TenggaraNews.com, Anjal dan Gepeng masih saja menghiasi sejumlah sudut lampu merah (trafic light) di ibukota Provinsi Sultra ini.
Pemkot pun kerap berdalih saat ditanya soal kondisi sosial ini. Alasan klasik seperti anggaran dan kekurangan personil jadi senjata untuk menjawab persoalan ini. Padahal, aktivitas kelompok anak ini kerap meresahkan pengguna jalan. Meski Pemkot Kendari telah mengatur melalui Peraturan Daerah (Perda) Nomor 9 Tahun 2014 tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis dan Pengamen, namun regulasi ini terkesan tak dilaksanakan secara optimal.
Melalui regulasi tersebut, Pemkot mengakui bahwa keberadaan Anjal, gelandangan, pengemis dan pengamen merupakan permasalahan daerah, dimana cenderung membahayakan dirinya sendiri dan orang lain, juga menimbulkan ketidaktentraman di jalan umum serta memungkinkan mereka menjadi sasaran eksploitasi dan tindak kekerasan. Sehingga perlu dilakukan penanganan secara sistematik, terkoordinasi, terintegrasi, terpadu dan berkesinambungan serta bersinegri antara pemerintah maupun non pemerintah, agar mereka mendapatkan kehidupan dan penghidupan yang layak.
Berangkat dari pertimbangan tersebut, serta untuk melaksanakan amanat berbagai peraturan perundang-undangan, maka Pemkot Kendari mengajukan Raperda, yang kemudian bersama-sama dengan DPRD Kota Kendari membentuk Peraturan Daerah tersebut.
Adapun sasaran dari regulasi ini meliputi anak yang berada di jalanan yang berperilaku sebagai pengemis, pemulung dan pedagang asongan yang dapat mengganggu ketertiban umum, keamanan dan kelancaran lalu lintas termasuk anak yang beraktifitas atas nama organisasi sosial, yayasan, lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan panti asuhan.

Oleh karena itu, melalui Perda ini pemerintah daerah dibebankan kewajiban terhadap anak jalanan, gelandangan, pengemis dan pengamen yakni melakukan pembinaan, pemberdayaan dan bimbingan lanjutan. Memberikan pendidikan gratis sekurang-kurangnya sampai jenjang pendidikan menengah, lalu memberikan bantuan sosial atau kompensasi sesuai kemampuan keuangan daerah, khususnya kepada pengemis eks kusta yang karena kondisi fisiknya tidak bisa bekerja.
Akan tetapi, fakta di lapangan produk hukum ini tak terlaksana secara maksimal. Sebab, Anjal, Gepeng dan pengemis masih saja menjadi permasalahan yang dihadapi Pemkot saat ini. Sementara pemerintah baru sebatas melakukan pengawasan melalui inspeksi mendadak (Sidak) ke jalanan, dan Anjal dan Gepeng yang ditemukan sedang beraktifitas di lampu merah, dibawah ke Kantor Dinas Sosial (Dinsos) untuk didata lalu dilepas kembali, dengan alasan belum memiliki rumah singgah untuk menampung mereka.
Berdasarkan data adari Dinsos Kendari, jumlah Anjal dan Gepeng sampai akhir Desember 2016 lalu, tercatat sebanyak 47 orang. Hal itu diungkapkan Kepala Bidang Rehabilitasi Sosial Dinsos Kota Kendari, Riza Ibrahim.
Dia mengatakan, Anjal memiliki klasifikasi tersendiri, tidak semua yang berada di jalan dikatakan sebagai anak jalanan (anak terlantar).
“Anjal itu memiliki klasifikasi, yakni delapan jam satu hari, kalau dia cuma datang menjual koran lalu dia pulang lagi itu bukan anak jalanan tetapi asongan,” ujar Riza, sapaan akrabnya, saat disambangi di ruang kerjanya, Kamis 1 Februari 2018.
Riza menambahkan, Anjal di Kota Kendari terus berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lain, dan orangnya itu-itu juga.
“Kalau kelihatannya banyak, itu yang biasa berpindah-pindah tempat dan orangnya itu-itu juga,” tambahnya.
Diakuinya, selama ini tindakan yang dilakukan hanya memberikan peringatan dan membuat pernyataan tidak mengulangi perbuatannya, namun pada akhirnya anak jalanan ini kembali lagi.
“Karena kita cuma memberikan peringatan, makanya mereka kembali mengulangi lagi perbuatannya karena kita tidak bisa memberikan mereka apa-apa, anggaran kita tidak punya, sarana juga begitu kita tidak punya,” ujarnya.
Riza mengungkapkan anak jalanan di Kota Kendari terus berpindah-pindah dari tempat satu ke tempat yang lain dan orangnya itu-itu juga.
“Kalau kelihatannya banyak, itu yang biasa berpindah-pindah tempat dan orangnya itu-itu juga,” ucapnya.
Menurut dia, aktivitas Anjal dan Gepeng ini teroganisir. Sehingga pergerakan mereka tersistematis.
“Semuanya ada yang suruh,” pungkasnya.
Laporan: Muhamad Isran