TenggaraNews.com, KENDARI – Meski telah meraih predikat tertinggi bintang lima melalui rapat paripurna tim penilai Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS) Indonesia, pada Oktober 2017 lalu. Namun, Rumah Sakit Umum Provinsi (RSUP) Bahteramas rupanya masih saja dipenuhi dengan berbagai macam polemik.
Bagaimana tidak, sebagai Rumah Sakit milik Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Tenggara (Sultra), yang telah mendapat predikat bertaraf Internasional itu, masih saja memberikan pelayanan buruk kepada pasien.
Seperti yang dialami Rizky, Pettasanna (54) warga asal Kabupaten Bombana. Ibu rumah tangga ini menderita Ascites (penumpukan cairan di dalam perut), dan dia merupakan pasien di rumah sakit plat merah tersebut. Anehnya, meski peralatan medis di RS. Bahteramas tersebut sudah dinyatakan lengkap, namun pihak dokter justru memutuskan untuk merujuk pasien ke RS Wahidin Sudirohusodo Makassar.
Rizky, salah satu kerabat pasien mengungkapkan, bahwa pelayanan yang diberikan dr. Nyoman terhadap ibunya patut dipertanyakan. Pasalnya, dokter tersebut terkesan terburu-buru dalam mengambil tindakan. Anehnya lagi, saat ditanyakan soal mekanisme dan prosedur rujukan yang direkomendasikan, dr. Nyoman enggan berkomentar banyak.
“Sejak 12 hari Ibu saya masuk di rumah sakit ini, beliau sudah sangat sekarat dengan kondisi perut membengkak. Dokter memang memberikan harapan setelah cairan yang ada ditubuh ibu saya bisa dikeluarkan, tapi setelah diarahkan untuk uji lab, hasil tes lab lalu keluar tanpa dijelaskan dan tanpa basa-basi, Dokter Nyoman merujuk Ibu saya ke RSUP Wahidin Sudirohusodo Makassar, dengan alasan ketidaktersediaan alat untuk penanganan penyakit ibu saya,” ungkap Risky, saat ditemui dikediamannya, Kamis 1 Februari 2018.
Parahnya, saat dirinya bertemu dengan salah seorang perawat di RSUP itu, justru perawat tersebut mengatakan jika cairan yang ada ditubuh ibunya yang telah dikeluarkan akan ada dampaknya, sehingga keganjalan terhadap penaganan ibunya pun timbul dibenak pria yang kerap disapa Iki itu.
“Kan aneh, jelas-jelas dokter itu mengatakan tidak ada alatnya, lalu proses pengeluaran cairan itu memangnya tidak pakai alat? Rujukannya pun bukan untuk rawat inap tapi rawat jalan. Saat saya mencoba mengetahui mekanisme dan informasi penunjang terkait kondisi Ibu saya kepada dokter Nyoman, beliau justru menjawab dengan suara lantang, katanya peralatan terbatas dan tidak memadai, ok. Saya kira itu sudah jelas?, ” ucap Risky dengan menirukan nada tinggi sang dokter tersebut.
Tak ayal, Iki meluapkan kekecewaannya terhadap penaganan pihak RSUP tersebut, khususnya tenaga medis yang saat itu menangani penyakit yang diderita Ibunya.
“Katanya alatnya terbatas, kok bisa mendapat predikat paripurna bintang lima. Menurut saya predikat itu belum bisa disandang RSUP tersebut. Yang menjadi pertanyaan, apakah predikat tersebut lantas sudah sesuai dengan pelayanan yang diberikan selama ini?, Lantas bagaimana pula dengan nasib-nasib pasien lainnya yang mengalami hal serupa? Jadinya kan aneh, ” kesalnya.
Rizky menduga, fungsi pengawasan dan keterbukaan informasi dari tenaga medis terhadap pasien, tak diterapkan managemen rumah sakit teraebut.
“Saat ini, Ibu saya tengah dirawat di Makassar tanpa kejelasan administrasi. Belajar dari pengalaman ini, saya hanya meminta agar fungsi pelayanan terhadap pasien dimaksimalkan, terutama bagi dokter yang jarang terlihat mengawasi pasien. Pengalaman ini jadi pelajaran, semoga tidak ada pasien yang mengalami hal buruk seperti saya, “tutupnya.
Sementara itu, Humas RSUP Bahteramas, Masyita justru dengan santainya mengatakan bahwa seluruh fasilitas peralatan yang ada di RS tersebut sudah lengkap.
“Rumah sakit kami memang selalu menjadi sumber rujukan, baik dari ketersediaan alat dan tenaga medis, tapi fasilitas di kami sudah lengkap kok, dan kita juga memiliki bebagai macam alat operasi. dan kami sudah memenuhi itu. Bahkan, tenaga medis kami juga sudah ada ratusan disini. Tapi maaf yah terkait mekanisme rujukan itu, bukan wewenang saya untuk bicara lebih jauh, karena ada dokter yang menanganinya,” bebernya kepada awak media saat ditemui di ruang kerjanya.
Alhasil, pernyataan dari Humas RSUP Bahteramas tersebut semakin menguatkan Risky, yang menduga adanya kelemahan fungsi pengawasan dan keterbukaan informasi dari tenaga medis terhadap pasien.
Laporan: IFAL CHANDRA.