TenggaraNews,com, KENDARI – Setelah mengadakan musyawarah bersama antara Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Sulawesi Tenggara, Badan Pembina Harian (BPH) Universitas Muhammadiyah Kendari, dan Pimpinan Universitas Muhammadiyah Kendari, Pukul 16.30 WITA, Selasa 23 Januari 2018 di Kantor PWM Sulawesi Tenggara. Dicapai kesimpulan dan keputusan, yang pada dasarnya mengamini atau mengabulkan apa yang menjadi tuntutan ratusan mahasiswa teknik arsitektur UMK.
Rektor UMK, Muhammad Nur menyebutkan, adapun keputusan bersama yang telah disepakati yakni, menyetujui permohonan pengunduran diri Dekan Teknik, Mochammad Assiddieq. Kemudian,menyetujui pengunduran diri delapan dosen Teknik Arsitektur, menyetujui keputusan mahasiswa Fakultas Teknik khususnya Program Studi Arsitektur yang ingin mengundurkan diri atau pindah ke perguntan tinggi lain.
“Kemudian yang terakir, dalam waktu yang tidak terlalu lama, kami akan melakukan seleksi penerimaan dosen tetap pada program studi Teknik Arsitektur,” ujar Muhamad Nur, Rabu 24 Januari 2018.

Dia juga menjamin, bahwa seluruh proses belajar mengajar dan kegiatan akademik lainnya di UMK, khususnya Fakultas Teknik UMK tetap berjalan sebagaimana mestinya.
Disinggung soal tudingan ratusan mahasiswa, bahwa dirinya terkesan melindungi Assiddieq dalam persoalan tersebut, sehingga terindikasi terjadinya kongkalingkong. Muhamad Nur memastikan hal itu tak terjadi, karena sebagai pimpinan, dirinya harus melakukan krosecek terlebih dahulu sebelum memutuskan kebijakan kebijakan apa yang akan diambil.
“Tidak ada persengkokolan seperti yang dituduhkan ke saya. Seandaniya Pak Assiddieq terbukti melakukan pelanggaran berat, maka tentu sanksi berat pun akan diberikan. Tapi kan tidak elok, kalau kesalahannya masih tergolong ringan kemudian saya beri sanksi yang berat, ini kan sama saya menzolimi orang lain. Intinya, pemberian sanksi itu disesuaikan dengan konteks pelanggarannya,” bebernya.
Ditempat yang sama, Wakil Rektor (Warek) 1 UMK, Yamin memastikan persoalan dana Study Kuliah Lapangan (SKL) mahasiswa Teknik Arsitektur sebesar Rp 18 juta sudah tuntas, dan tak serupiah pun anggaran tersebut digelapkan oleh Moch. Assiddieq, seperti yang dituduhkan ratusan mahasiswa.
“Pak Assiddieq itu, satu rupiah pun dia tidak mengambil dana itu. Pada saat demo pertama, saya tanya kepada mereka (mahasiswa) terkait anggaran tersebut, dan mereka pun mengaku sudah mengambil sisa dana yang dimaksud, jadi ini kan sudah clear,” jelas Yamin.
Dia juga menambahkan, bahwa tak ada sikap arogansi ataupun kekerasan yang dialami mahasiswa dari Dekan Teknik tersebut. Jika pun terjadi teguran yang mungkin saja dinilai para mahasiswa sebagai bentuk kekerasan, faktanya tidak seperti yang diumbar ke publik.
“Yah, biasalah bentuknya kan teguran untuk mahasiswa, tapi tidak sampai pada bentuk kekerasan. Yang diterima mahasiswa itu layaknya seperti orang tua dan anak,” tambahnya.
Ditegaskan Yamin, keputusan pihak kampus dan PWM untuk mengabulkan permintaan integrasi mahasiswa bukanlan bentuk pengusiran. Sebab, pihaknya masih membuka pintu seluas-luasnya, bagi peserta didik yang masih bersedia melanjutkan aktivitas studinya di UMK.
“Kampus tidak melakukan pengusiran yah. Kami hanya mengabulkan permintaan bagi mahasiswa yang ingin pindah, sedangkan bagi mereka yang masih mau melanjutkan perkuliahannya silahkan,” tegasnya.
Yamin juga memastikan program study Teknik Arsitektur tak akan kosong. Hal itu terbukti, hingga saat ini tak ada satu pun formulir integrasi yang disetorkan kepada dirinya. Bahkan, sudah ada orang tua mahasiswa yang menemui dirinya, meminta agar menerima kembali anaknya, karena apa yang dilakukan mahasiswa tersebut hanya ikut-ikutan saja dengan rekannya.
Dari 500 lebih jumlah mahasiswa Fakultas Teknik UMK, yang terdiri dari dua program study, 200 lebih diantaranya ikut dalam aksi tersebut, yang mayoritas berasal dari Teknik Aristektur.
Sementara itu, Ketua Badan Pembina Harian (BPH) Muhammadiyah Sultra, Sainuddin mengaku, bahwa pihaknya bersama civitas akademika UMK tak ada pilihan, untuk tetap menjaga kondusifitas kampus. Olehnya itu, apa yang menjadi tuntutan dari ratusan mahasiswa dan delapan dosen terpaksa dikabulkan.
“Kan mereka sendiri yang meminta untuk mengundurkan diri dan pindah. Yah, kami tak ada pilihan lain, makanya kami putuskan untuk mengabuli permintaan mereka,” terang Sainuddin.
Untuk diketahui, dari delapan dosen yang mengundurkan diri, lima diantarana berstatus sebagai dosen tetap UMK, yakni Nahdatunnisa, Ali Amin, Soewamo, Machmuddin Muhammad, Takbir dan Hasrudin. Sedangkan tiga lainnya berstatus dosen tidak tetap yakni Muh. Chaidar, Muhammad Mukhlis dan Muh. Fajar Afianul Hakim.
Sebelumnya, ratusan mahasiswa Teknik se Sulawesi Tenggara (Sultra), yang terdiri dari sejumlah perguruan tinggi yakni Universitas Halu Oleo (UHO), UMK, Universitas Sulawesi Tenggara (Unsultra), USN dan universitas lainnya menggelar aksi solidaritas 123, sebagai bentuk penolakan terhadap Dekan Fakuktas Teknik (FT) UMK, Moch. Assiddieq. Sebab, yang bersangkutan dinilai gagal memimpin fakultas tersebut.
Korlap aksi massa, Pangga Rahmat membeberkan, bahwa dekan FT UMK tersebut bersikap otoriter terhadap mahasiswa. Selain itu, kata dia, Moch. Assiddieq juga diduga telah melakukan penggelapan uang operasional perjalanan Studi Kerja Lapangan (SKL), nahasiswa Jurusan Arsitektur sebesar Rp 18 juta.
Ditambahkannya, akibat sikap premanisme dari Dekan FT tersebut, delapan dosen memutuskan untuk mengundurkan diri, karena merasa tak nyaman dengan sikap Assiddieq.

“Kami meminta agar Dekan FT mundur dari jabatannya, dan rektor segera memanggil kembali delapan dosen yang mengundurkan diri akibat sikap otoriter dari dekan,” teriak Pangga Rahmat dalam orasinya, Selasa 23 Januari 2018.
Dijelaskannya, sejumlah tindakan arogansi Dekan FT tersebut terus ditunjukan kepada anak didik, seperti penendangan yang dilakukan Assiddieq terhadap mahasiswa, serta tindakan kekerasan lainnya yang dilakukan secara psikis.
Untuk itu, ratusan mahasiswa FT UMK dan delapan dosen yang mengundurkan diri, mengajukan mosi tidak percaya terhadap Moch. Assiddieq.
Selama menjabat, lanjutnya, Moch. Assiddieq seringkali mengambil keputusan yang tidak transparan, akuntabel dan demokratis terhadap tata kelola program studi Fakultas.
“Dia juga tidak melakukan usaha-usaha yang menjernihkan persoalan, dan tidak mengakui apa yang telah dilakukan namun membiarkan persoalan ini menjadi berlarit larut,” bebernya.
Laporan: Ikas Cunge