TenggaraNews.com, KENDARI – Polemik pertambangan di Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) kini menggurita. Setelah bertahun-tahun bergulir dengan sekelumit persolan, Dinas ESDM Sultra sepertinya ingin menunjukan niatan baiknya untuk melakukan pembenahan di sektor pertambangan. Sayangnya, hal tersebut terkesan di design sedemikian rupa layaknya sebuah drama atau cerita sinetron.
Bagaimana tidak, drama tersebut dimulai dengan aksi Kabid Minerba ESDM Sultra, Yusmin yang menunjukan ketegasannya untuk menindaki sejumlah pemilik IUP pertambangan di bumi anoa, serta pihak-pihak lain yang terlibat dalam permainan kotor untuk mengeruk sumber daya alam secara illegal.
Melalui press conference yang digelar pada Senin 11 Februari 2019, Yusmin membeberkan dugaan aksi pencurian ore nickel yang dilakukan oleh 22 perusahaan, dan bekerjasama dengan pihak Syahbandar Konawe Utara (Konut) dan Konawe Selatan (Konsel).
Alasannya, poses penjualan ore nickel menyalahi aturan, karena pihak Syahbandar Konut dan Konsel mengeluarkan Surat Izin Berlayar (SIB) tanpa disertai RKAB dan surat verifikasi dari Dinas ESDM.
Atas dasar tersebut, Yusmin mengancam akan memberhentikan aktivitas 22 perusahaan tambang tersebut, sebagai bentuk sanksi tegas terhadap pelanggaran yang dilakukan.
“Dan semua perusahaan ini akan kita berikan sanksi tegas, berupa pemberhentian operasionalnya,” jelas Yusmin.
Tak hanya itu saja, dia juga mengancam akan melaporkan dugaan kejahatan pertambangan tersebut ke pihak KPK RI dan Mabes Polri.
Selain itu, Yusmin juga menyebutkan adanya tunggakan pembayaran royalti yang harusnya diterima daerah dan masuk PAD sebesar Rp265 miliar. Hal tersebut belum dibayarkan sejumlah perusahaan hingga saat ini.
Hal menarik lainnya yang juga dibeberkan Kabid Minerba itu adalah persoalan anggaran jaminan reklamasi (Jamrek). Mayoritas perusahaan tambang yang beroperasi di Sultra tidak melakukan kewajibam tersebut.
Anehnya, sehari pasca buka-bukaan yang dilakukan oleh Kabid Minerba, hal yang sama juga dilakukan Plt. Kadis ESDM Sultra, Andi Azis, Selasa 12 Februari 2019 di ruang rapat Kantor Dinas ESDM Sultra.
Melalui agenda tersebut, mantan Kabid Energi Baru Terbarukan ini lebih menekankan pada upaya Pemprov Sultra untuk meningkatkan PAD dari sektor Minerba. Sedangkan persoalan tunggakan royalti sebesar Rp265 miliar, merupakan hasil audit yang dirilis BPK dan BPKP, dan total PAD yang belum dibayarkan tersebut adalah akumulasi dari tunggakan selama 10 tahun terakhir
Andi Azis juga mengaku, bahwa sejak investor masuk berinvestasi untuk menggarap hasil alam di bumi anoa, hingga saat ini belum memberikan kesejahteraan kepada masyarakat. Bahkan, kondisi itu sempat membuat dirinya terenyuh dan nyaris menangis, disaat dirinya menyampaikan fakta ini.
“Aktivitas tambang di Sultra ini belum memberikan kesejahteraan kepada masyarakat,” ucapnya sembari menunjukan wajah sendunya.
Berdasarkan penelusuran tim redaksi Tenggaranews.com, ditemukan informasi bahwa Kabid Minerba tidak melakukan koordinasi terlebih dahulu kepada Kadis ESDM, terkait agenda pres conference yang dilakukan Yusmin.
Hal ini menunjukan adanya indikasi drama yang coba dipertontonkan pihak Dinas ESDM Sultra. Pasalnya, bagaimana bisa seorang bawahan tidak mengkoordinasikan terlebih dahulu kepada atasannya, terkait perihal penting tersebut.
Semoga saja hal ini bukan bagian dari cerita sinetron, yang sengaja dirancang pihak ESDM dan aktor-aktor lainnya, untuk menarik ulur polemik pertambangan di Sultra, dan pada akhirnya menguntungkan oknum atau pun kelompok tertentu.
(Rus/red)