TenggaraNews.com, KENDARI – Aktivitas penimbunan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis solar di Desa Lalonggasumeeto, Kecamatan Lalonggasumeeto, Kabupaten Konawe tengah menjadi sorotan publik.
Bagaimana tidak, black market (BM) alias pasar ilegal BBM di daerah tersebut telah bertahun-tahun dijalankan. Anehnya, aktivitas ilegal tersebut seakan tak terendus pengawasan aparat kepolisian. Padahal, ada Kepolisian Sektor (Polsek) Lalonggasumeeto yang seharusnya bisa melakukan pengawasan dan penindakan di wilayah hukumnya itu.
Informasi yang berhasil dihimpun, aksi penimbunan BBM tersebut diduga dibekingi oknum aparat baik dari Polsek, Polres hingga Polda Sultra, Sehingga para pemain minyak ilegal leluasa melakukan penjualan dan pembelian BBM dengan cara black market.
Hiswana Migas Dewan Pimpinan Cabang (DPC) IV Sultra angkat bicara soal dugaan maraknya aksi penimbunan Bahan Bakar Minyak (BBM) di Desa Lalonggasumeeto.
Menurut Sekertaris Hiswana Migas DPC IV Sultra, Fahd Atsur, seharusnya pihak PT, Pertamina Depo Kendari berkoordinasi bersama aparat kepolisian untuk menindak para pemain BBM Ilegal.
Apalagi, kata dia, aktivitas penimbunan BBM itu sudah ramai dalam pemberitaan. Hendaknya pihak PT. Pertamina Depo Kendari dan Polda Sultra sudah bisa turun melakukan inspeksi mendadak (Sidak), di lokasi yang disebut-sebut ada dugaan penimbunan di sana.
“Jadi, Pertamina dan kepolisian harusnya mengusut dan melakukan Sidak di lokasi tersebut. Apalagi dari informasi di media, bahwa BBM itu hasil penimbunan, ” kata pria yang juga advokat itu, Jumat (25/9/2020).
Fahd menambahkan, jika benar aktivitas jual beli minyak di lokasi tersebut tak dilengkapi dokumen yang legal, maka negara sudah dirugikan. Sebab, sudah pasti tak ada pajak yang diterima dari jual beli BBM itu.
“Harus ditelusuri, dari mana oknum yang dikatakan penimbun minyak itu membeli BBM. Dan apakah dia ada izinnya? Kalau tidak ada, maka harus ditindak sesuai dengan aturan yang ada,” tambahnya.
Apalagi, jika penampungan BBM milik oknum tersebut tidak sesuai standar, juga akan berdampak pada terjadinya pencemaran lingkungan.
“Dari sisi penampungan yah harusnya ada izin terkait lingkungan hidup, karena minimal dia itu harus ada tangki bukan jerigen, karena dapat menyebabkan kebakaran dan pencemaran lingkungan, ” ujar Fahd.
“Dan intinya itu, dari pihak pertamina ataupun langsung dari pihak yang berwenang harus mengusut, apakah sudah ada izinnya atau memiliki persyaratan seperti yang diamanahkan di UU Migas dan peraturan Pertamina, ” tegasnya.
Tak hanya itu, Fahd menyebutkan, bahwa secara hukum, aktivitas ilegal memiliki dua sangsi yakni dengan proses hukum dan adnimistrasi, yang mana penindakan ilegal tertera pada UU Migas dan hal itu mengarah ke rana pidana.
“Kalau sifatnya penyalahgunaan adnimistrasi itu salahnya diliat lagi izinnya, ada tidak izin jual belinya, kalau tidak ada jelas itu merupakan pelanggaran, ” ungkap Fahd.
Jika terbukti jual beli minyak itu dilakukan dengan ilegal alias black market (pasar gelap), Fahd bisa memastikan para trannsportir resmi juga turut dirugikan. Sebab, yang resmi melakukan jual beli minyak disertai dengan membayar pajak ke negara, sedangkan black market sudah pasti tidak ada yang diterima negara dari aktivitas tersebut.
“Bukan saja pihak Pertamina yang dirugikan, teman-teman transportir resmi juga turut dirugikan dari ulah penimbun BBM itu,” pungkas Fahd Atsur.
Berdasarkan hasil penelusuran Teramesa Media Group, Salah satu nama yang disebut sebagai penimbun besar bbm di Desa Lalonggasumeeto adalah Irma. Aktivitas ilegal wanita tersebut tak tersentuh oleh pengawasan aparat kepolisian.
Bahkan, BBM yang ditampung menggunakan ratusan jerigen 35 liter terpampang jelas di kediaman Irma. Tim investigasi Teramesa Media Group menemukan beberapa tower yang digunakan untuk menimbun BBM berada di sekitar rumah milik Irma.
Fakta lain yang ditemukan di lapangan, aktivitas ilegal itu dilakukan pada malam hari. Pada Selasa (15/9/2020) malam, nampak mobil tangki milik salah satu perusahaan transportir sedang mengisi BBM di kediaman Irma.
Anehnya, aparat kepolisian hanya melakukan penyitaan terhadap BBM milik nelayan setempat, sedangkan Irma yang disebut-sebut sebagai penimbun justru terkesan leluasa melakukan penjualan BBM dari hasil penimbunannya itu.
Tim investigasi Teramesa Media Group kemudian mencoba mengkonfirmasi perihal penimbunan BBM itu kepada Irma. Menurunya, BBM milik nelayan tersebut disita karena mereka tidak melakukan koordinasi dengan pihak aparat.
“Begini pak, mereka tidak mau koordinasi juga, kalau saya koordinasi, ” ucapnya saat dihubungi via telepon, Rabu (16/9/2020) malam.
Irma juga mengaku, bahwa BBM miliknya itu dijual ke nelayan, crusher, truck serta ke aparat.
“Kalau BBM-ku biasa juga saya jual sama orang polda, ” ujarnya.
Seperti diketahui, dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, Pasal 53 huruf c dijelaskan, bahwa penyimpanan BBM tanpa izin diancam dengan pidana 3 tahun dan denda Rp30 miliar.
Laporan : Ikas