TNC, KENDARI – Kondisi anak-anak di Kota Kendari kian memprihatinkan. Pasalnya, para generasi bangsa ini kerap menjadi korban kekerasan, baik itu seksual, fisik maupun kesehatan. Hal ini menjadikan ibukota Provinsi Sultra darurat kekerasan terhadap anak.
Teranyar, sejumlah anak-anak dibawah umur menjadi korban penyalahgunaan obat terlarang. Bahkan, kondisi tersebut menelan korban, tiga orang diantaranya meninggal dunia, dan puluhan lainnya masih menjalani perawatan di beberapa rumah sakit.
Ketua Komnas Perlindungan Anak Indonesia, Arist Merdeka Sirait mengungkapkan, melihat dari angka kekerasan anak di Kota Kendari yang kian meningkat, maka pihaknya menyatakan, bahwa kota lulo berada dalam posisi darurat.
Lebih lanjut, Arist menjelaskan, kondisi ini menunjukan minimnya perhatian pemerintah untuk memberikan perlindungan terhadap anak. Sebab, jika melihat angka dan data kasus kekerasan trendnya cenderung naik. Hanya saja, dia tidak bisa menyebutkan secara pasti angka kekerasan terhadap anak, berdasarkan data di lembaga yang dipimpinnya itu, karena sedang berada di luar kantor.
“Saya belum bisa menyebutkan yah berapa angkanya, karena saat ini saya sedang berada di luar kantor. Yang jelas Kendari itu masuk dalam warning darurat kekerasan anak,” beber pemerhati anak ini kepada TenggaraNews.com, Kamis 14 Septemher 2017.
Menurut Arist, diperlukan suatu langkah khusus untuk mengantisipasi hal ini. Pemerintah harus melakukan gerakan perlindungan anak secara masif, untuk memutus mata rantai kasus kekerasan, yang bisa dimulai dari sekolah dan lingkungan hingga keluarga.
Anehnya, meski Kendari berada dalam posisi darurat kekerasan anak, justru kota yang dinahkodai Asrun ini mendapatkan penghargaan Kota Layak Anak (KLA). Predikat ini dinilai kontra diktif dengan fakta dilapangan.
Untuk itu, Arist menegaskan, perlu dilakukan evaluasi terhadap penghargaan tersebut. Bagaimana tidak, kasus-kasus pelecehan seksual, fisik hingga kesehatan anak cenderung meningkat, sementara pemerintah pusat justru menganugerahi predikat KLA.
“Masa sih diberikan penghargaan semacam itu, sementara banyak anak-anak yang meniadi korban kekerasan. Kan jadi aneh bin lucu,” pungkas Arist.
Laporan: Ichas Cunge