TenggaraNews.com, KENDARI – Sejumlah orang tua murid SDN 1 Ranomeeto, Kabupaten Konawe Selatan (Konsel) nampak khawatir akan keselamatan anak-anak mereka. Pasalnya, banyak pedagang keliling yang dengan bebas masuk menjajakan dagangannya di dalam kawasan satuan pendidikan tersebut.
Kekhawatiran para orang tua siswa di latar belakangi dengan banyaknya kasus kekerasan anak hingga perdagangan orang, yang dilakukan oknum tak bertanggung jawab. Apalagi, para pedagang keliling yang meresahkan orang tua ini tak diketahui asal muasalnya.
Sejumlah orang tua siswa yang ditemui TenggaraNews.com menyampaikan hal yang sama, yakni resah dan timbul rasa ketakutan akan keselamatan anak mereka. Sementara pihak sekolah sepertinya tak peduli, dan melakukan pembiaran.
“Jujur saja, kami takut pak. Kan sudah banyak kita nonton di TV dan baca berita, biasanya ada penculik anak atau penjual permem Narkoba, yang bisa saja menyamar jadi apa saja,” ujar salah satu orang tua murid yang enggan disebutlan namanya dalam pemberitaan, Jumat 16 Agustus 2019.
Hal senada juga diungkapkan orang tua murid lainnya. Selalu timbul ketakutan di benak mereka, jika para pedagang keliling itu terus-terus diberikan ruang untuk berjualan di satuan pendidikan tersebut.

Ketika ditanya mengapa tak menyampaikan aspirasi tersebut ke pihak sekolah, para orang tua kompak menjawab juga merasa takut, kepala sekolah akan salah paham dan berdampak pada anak mereka.
“Kita mau lapor ke pak kepala sekolah, tapi takut juga pak. Jangan sampai tidak diindahkan, kemudian anak kami yang jadi sasaran,” kata orang tua murid lainnya, yang juga meminta agar tak dipublikasikan namanya.
Sementara itu, Kepala SDN 1 Ranomeeto, Asmad justru mendukung kehadiran para pedagang keliling tersebut. Bahkan, dirinya menjamin tak akan terjadi hal yang membahayakan terhadap anak didiknya. Sebab, para pedagang yang diakuinya berjumlah sembilan orang tersebut sudah terdata.
Tak hanya itu saja, Asmad juga mengaku sudah ada memorandum of understanding (MoU) bersama para pedagang tersebut, yang menekankan persoalan kesediaan para pedagang untuk bertanggung jawab, jika terdapat siswa-siswi di satuan pendidikan yang dipimpinnya keracunan.
Selain itu, dalam MoU ini juga tertera besaran kontribusi yang harus dibayarkan para pedagang kepada pihak sekolah, yakni sebesar Rp2000 per hari. Setoran tersebut diakui kepala sekolah digunakan untuk membiayai kegiatan-kegiatan ekstra kulikuler yang tidak dibiayai dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
“Iya, ada MoU-nya kok,” ucapnya, sembari menunjukan mimik wajah sedikit tak nyaman.

Sayangnya, kepala sekolah tak bersedia menunjukan MoU tersebut, saat jurnalis TenggaraNews.com mencoba meminta untuk diperlihatkan. Asmad berdalih, bahwa hal itu sudah terlalu jauh mengurusi dapur sekolah yang dipimpinnya.
“Kalau itu, tolong-tolong jangan terlalu masuk ke itu, biar media juga. Tolong, baru-baru ini kita akreditasi,” Asmad enggan menunjukan MoU yang dimaksud.
Ditanya terkait kasus salah seorang murid yang konon dikeluarkan, lantaran orang tua anak didik tersebut menyoroti pihak sekolah yang terkesan melakukan pembiaran, terhadap keluar masuknya pedagang keliling. Asmad justru mengatakan, bahwa Ia sudah tahu hal tersebut, dan hanya persoalan persaingan usaha, karena orang tua murid tersebut merupakan salah satu pemilik kantin di SDN 1 Ranomeeto.
“Oh, itu saya sudah tahu. Itu persaingan tidak sehat, karena ada orang tua siswa yang menjual,” kata Mantan Kepala SDN 6 Ranomeeto ini.
Asmad menegaskan, bahwa dirinya akan tetap memberikan ruang kepada para pedagang keliling tersebut untuk menjajakam jualannya di dalam wilayah sekolah, meskipun dikeluhkan dan dikhawtirkan oleh para orang tua murid.
Salah seorang pedagang keliling mengaku dirinya bersama yang lain diberikan ruang untuk berdagang. Awalnya, lanjut dia, pihak sekolah melarang, tapi kemudian kepala sekolah membenankan biaya kepada setiap pedagang sebesar Rp5000 per hari.
“Dulunya dilarang, sekarang tidak. Kepala sekolah minta kayak apa, uang pajak Rp5000 per hari, katanya untuk beli bahan-bahan yang kurang gitu, biasa tambahan-tambahan bangunan,” ujar pedagang keliling yang juga tak mau menyebutkan namanya.
“Biasa anak-anak yang biasa ambil uangnya, kasihkan kepala sekolah,” ucapnya.
Laporan: Ikas