TenggaraNews.com, KENDARI– Wakil Ketua Komisi III DPRD Provinsi Sultra, Aksan Jaya Putra (AJP), mendengarkan keluhan warga di Kelurahan Anggoeya, Kecamatan Poasia, Kota Kendari.
Keluhan tersebut disampaikan warga, saat politisi muda Partai Golkar ini melakukan sosialisasi Peraturan Daerah (Sosper) Nomor nomor 15 tahun 2016 tentang Penyelanggaraan Perumahan dan Kawasan Pemukiman pada Senin, 20 Juni 2022.
Seperti yang disampaikan Sabaruddin, warga Lorong Jambu, Kelurahan Anggoeya, Kecamatan Poasia.
Warga ini keluhkan masalah limbah penghuni perumahan BTN yang memasuki lingkungan warga sekitar.
Dimana sebut dia, jumlah developer atau pengembang perumahan BTN sebanyak 13, khusus di Lorong Jambu. Dari jumlah ini, rata-rata belum ada saluran atau pembuangan limbah rumah tangga.
Menurut Sabaruddin, jika ini tidak segera dibenahi, akan menimbulkan berbagai persoalan. Termasuk dampak lingkungan ataupun kesehatan.
“Harapan kami, sebelum pemerintah memberikan izin, harusnya dipastikan dulu soal pembuangan limbah rumah tangga. Karena larinya limbah itu ke lingkungan warga di sini dan itu sangat mengganggu,” katanya.
Menanggapi itu, AJP mengatakan, masalah perizinan pengembang perumahan BTN bukan ranahnya pemerintah provinsi (Pemprov) Sultra, namun itu kewenangan pemerintah kota (Pemkot) Kendari.
Sebab semua perizinan mengenai pendirian perumahan BTN di Kota Kendari merupakan kewenangan Pemkot, mulai dari berbadan hukum, surat izin usaha perdagangan (SIUP), surat pernyataan kesanggupan pengelolaan dan pemantauan lingkungan, dan sertifikat tanah.
Kemudian, izin mendirikan bangunan (IMB) dan pengesahan dokumen rencana teknis serta perizinan yang menyangkut pengesahan site plan atau rencana induk dan lain sebagainya.
“Jadi sosialisasi Perda ini rasa-rasa reses. Bagaimana tidak banyak warga yang mengeluhkan soal jalan drainase dan limbah perumahan yang dibangun di wilayah ini dan ini perizinannya masuk di wilayah pemerintah kota,” terang alumni salah satu perguruan tinggi di Australia ini.
Dia pun menyarankan apabila aspirasi warga sekitar tidak disahuti oleh pengembang perumahan BTN, bisa langsung bersurat ke kepala daerah atau Wali Kota Kendari.
Nanti didalam surat tersebut, warga dapat menembuskan langsung ke pihak-pihak terkait, misal Dinas Perizinan dan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) terkait masalah pencemaran.
Takutnya, para pengembang ini tidak melakukan Analisis Dampak Lingkungan (Amdal), Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL).
Bilamana memang faktnya mereka (Pengembang, red) belum memiliki dokumen lingkungan, sebagaimana persyaratan dalam mendirikan usaha yang sudah ditetapkan pemerintah, maka ini akan menjadi persoalan kenyamaan lingkungan warga, apalagi ketika musim penghujan datang.
“Ini wewenang Pemkot Kendari, kalau misal kita menyampaikan langsung ke Wali Kota, jangan sampai interpretasinya lain lagi,” katanya.
“Makanya lebih baik jika warga disini yang langsung menyampaikan aspirasinya. Jika tidak bisa datang, ya bersurat ke Wali Kota diperkuat dengan dokumentasinya, kira-kira limbah mana sih yang mencemari lingkungan warga,” jelasnya.
Jika sudah disampaikan baik aspirasi langsung maupun bersurat, nanti pemerintah akan menanggapinya dengan memberikan teguran ke pihak pengembang perumahan pastinya.
Karena pada dasarnya, para pengembang ini kadang lalai jika berurusan masalah penanganan limbah. Harusnya sebelum mendirikan, pihak pengembang sudah menuntaskan soal Amdal, UKL dan UPL.
“Jadi jangan hanya kejar profitnya saja, tetapi masalah lingkungan juga harus diperhatikan, supaya tidak ada yang dirugikan,” tutupnya.
Laporan : Bing