TenggaraNews.com, KENDARI – Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Provinsi Sultra, menaruh perhatian khusus terhadap profesi wartawan dalam mendeteksi terjadinya pelanggaran penyelenggaraan Pemilu tahun 2019. Kemampuan wartawan dalam mengungkap berbagai bentuk pelanggaran, dinilai tidak dimiliki oleh stakeholder lainnya.
” Atas dasar kemampuan jurnalis menjalankan profesi secara profesional, dimana mampu menyajikan berita-berita berdasarkan fakta. Sehingga kerja-kerja jurnalis telah mampu membantu dalam proses pengawasan penyelenggaraan Pemilu tahun 2019, ” kata Munsir Salam, komisioner Bawaslu Provinsi Sultra, saat membuka Bimbingan Teknis (Bimtek) Pengawasan Media Massa Dalam Pemilu 2019 yang berlangsung di Swiss Belhotel Kendari, Senin 19 November 2018.
Bimtek media massa ini dihadiri 35 jurnalis dari berbagai media online dan cetak yang terdapat di Sultra. Kegiatan ini berlangsung selama 2 hari, terhitung sejak hari ini sampai besok, Selasa (20/11/2019).
Melalui Bimtek media massa, Bawaslu Provinsi Sultra berharap para wartawan atau jurnalis dapat memahami batasan-batasan berita yang bermuatan kampanye Pemilu. Kemudian memahami jenis pelanggaran kampanye yang terjadi di lapangan.
Munsir Salam yang juga menegaskan, soal 3 dari 9 prinsip dasar yang harus menjadi pedoman jurnalis dalam melaksanakan profesi. Ke 3 prinsip yang dimaksud, yakni jurnalis harus mengedepankan prinsip kebenaran berita, verifikasi berita dan mengedepankan independensi.
“Kalau tiga dari sembilan prinsip yang dikemukakan Bill Covach, maka saya yakin peran jurnalis dalam melakukan pengawasan Pemilu akan tetap independen, ” tegas Munsir Salam yang juga pernah menjadi Komisioner KPI Sultra.
Dalam Bimtek media massa kali ini, Bawaslu juga menampilkan narasumber Sumadi Dilla peneliti kebebasan pers dan Pandi Sartiman pengurus Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kendari.
Sumadi membahas pentingnya fire walk atau garis tipis sebagai pemisah antara konten berita dengan iklan atau advetorial dalam sebuah media, khususnya media cetak.
“Apalagi saat ini tahun politik, di mana banyak pihak yang menggunakan jasa media sebagai alat kampanye. Agar publik bisa memahami batasan berita dengan iklan, maka manajemen media perlu memberikan batas garis tipis, meskipun di bagian bawah iklan biasa dicantumkan kode adv, ” jelasnya.
Sumadi juga menyayangkan masih adanya manajemen media massa yang tidak paham fire walk. Padahal hal ini sudah lama diterapkan di media-media lain.
Sementara Pandi Sartiman lebih banyak mengulas soal indepensi media dalam menghadapi kampanye Pemilu tahun 2019. “Kalau kita melihat Pemilu tahun 2014, di mana ada dua stasiun televisi yang terkooptasi mendukung salah satu pasangan calon presiden. Satu stasiun televisi menayangkan perhitungan cepat memenangkan Prabowo, satunya lagi menayangkan kemenangan Jokowi, ” jelas Pandi di hadapan para jurnalis peserta Bimtek. (Rus)