TenggaraNews.com, KENDARI – Komisi III DPRD Provinsi Sultra bakal memanggil PT. ST. Nikel Resourches dan PT. Tiara Abadi Sentosa (TAS) bersama instansi terkait dan aspirator.
Anggota Komisi III DPRD Provinsi Sultra, Sudirman membenarkan perihal pemanggilan ST. Nikel Resources dan PT. TAS. Pasalnya, kedua perusahaan tersebut diduga menabrak sejumlah regulasi.
“Iya, kami akan panggil Selasa besok 14 April 2020,” ujar politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu, Senin 13 April 2020.
Sudirman menambahkan, pemanggilan kedua perusahaan tersebut didasari atas dugaan penggunaan jalan umum yang dilakukan PT. ST. Nikel Resourches dalam aktivitas haulling menuju terminal khusus (Tersus) milik PT. TAS, di daerah Tondonggeu.
Sedangkan PT. TAS juga diduga melakukan pelanggaran dengan mengkomersillan Tersus miliknya kepada PT. ST. Nikel Resourches.
“Kalau pun ada izin penggunaan jalan umum tersebut, maka kita ingin tahu siapa yang memberikan izin,” tambahnya.
Selain kedua perusasahaan tersebut, Koalisi Aktivis Pemerhati Lingkungan dan Pertambangan (Kapitan) Sultra juga turut diundang dalam pertemuan tersebut.
Koordinator Presedium Kapitan Sultra, Asrul mengaku sudah menerima undangan rapat dengar pendapat (RDP) atau hearing, dari Sekretariat DPRD Provinsi Sultra.
“Iya, besok kami dipanggil RDP,” kata Asrul sembari menunjukan surat panggilan RDP yang diterimanya.
Asrul mengungkapkan, dalam melakukan aktivitas pertambangan yang menyalahi ketentuan aturan yang ada, PT. ST Nikel Resourches tak sendirian, PT. Tiara Abadi Sentosa (TAS) turut mendukungnya.
Lebih lanjut, Asrul membeberkan, berdasarkan hasil investigasi dan laporan masyarakat kepada pihaknya, perihal dugaan kejahatan lingkungan dan penambangan Ilegal, baik segi pelanggaran admitrasi maupun tindak pidana yang dilakukan PT. ST Nikel Resourches yang menjual sumber daya alam dengan menerobos aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Menurutnya, jika terus dibiarkan maka tidak menutup kemungkinan akan muncul perusahaan-perusahaan yang tidak taat akan aturan perundang-undangan yang berlaku, dan tentunya hal ini dinilai akan sangat merugikan negara.
“Patut diduga adanya konspirasi besar di dalam aktivitas pertambangan PT. ST Nikel Resourches dan PT. TAS, sehingga melanggar aturan. Dengan menggunakan akses jalan nasional dalam aktifitas pemuatan ore nikel dari lokasi PT. ST Nikel Resourches yang berlokasi di Pondidaha, Kabupaten Konawe menuju terminal khusus (Tersus) alias jetty milik PT. TAS yang berlokasi di Tondonggeu, Kota Kendari tanpa mengantongi izin lintas dari Kementrian Perhubungan,” bebernya.
Lebih lanjut, Asrul menjelaskan, PT. TAS telah melakukan pelanggaran serius, dimana pelabuhan atau Tersus yang diberikan oleh Kementrian Perhubungan tidak sesuai lagi peruntukan awalnya, karena telah mengkomersialisasikan jetty miliknya untuk kepentingan PT. ST Nikel Resourches.
Dia juga menambahkan, berdasarkan SK Nomor 738 tentang pemberlakuan kembali SK IUP Nomor 448 tentang persetujuan peningkatan IUP eksplorasi menjadi IUP operasi terkesan cacat hukum.
Selanjutnya, kata Asrul, berdasarkan permohonan PT. ST. Nikel Resourches untuk dikeluarkannya titik koordinat karena adanya tumpang tindih lokasi lahan perusahaan bisa mining tersebut, dari luasan 2000 hektare menjadi 1818 hektare dengan merujuk pada SK Bupati Konawe Nomor 224 tahun 2014 yang menjadi dasar untuk mengeluarkan CNC.
“Seharusnya penerbitan CNC harus berdasarkan IUP bukan SK perubahan titik koordinat,” katanya.
“ST Nikel Resouches diduga telah memberikan kontrak mining kepada PT. Akta untuk operasional lokasi pertambangannya tersebut,” tambahnya.
Laporan : Ikas