TenggaraNews.com, MUNA– Kantor Badan Pertanahan Negara (BPN) Muna diduga menerbitkan sertifikat tanah diatas tanah bersertifikat. Akibatnya, banyak pihak dirugikan. Buntut dari itu, BPN Muna melakukan upaya mediasi agar melahirkan win-win solution.
Seperti sertifikat milik La Rusia, warga desa Labunti, Kecamatan Lasalepa, Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara (Sultra). Ia menyesalkan tanah miliknya seluas kurang lebih108 meter persergi ikut diserobot kemudian dibuatkan sertifikat oleh La Bahara warga desa Labone.
Padahal, kata La Rusia melalui kuasa hukumnya, La Ode Ahmad Randal mengatakan, tanah tersebut dengan ukuran 10 x 40 meter sudah bersertifikat dan terbit pada tahun 1997 dengan Nomor Hak Milik 00187. Akan tetapi, pada tahun 2020 BPN Muna kembali mensertifikatkan sebagian tanah milik La Rusia kepada La Bahara.
Upaya mediasi didesa pun sudah dilakukan dengan menghadirkan beberapa saksi. Alhasil dari mediasi tersebut tidak melahirkan solusi antara kedua belah pihak.
“Hasil mediasi di desa tidak menemukan titik terang. Saat itu La Bahara tetap pada pendiriannya tanah seluas kurang lebih 108 meter persegi dianggap masih miliknya,”ucap Smith panggilan akrab dari La Ode Ahmad Randal, Jumat 5 Agustus 2022.
Ironisnya, tanah seluas kurang lebih108 meter persegi tersebut kini sudah dipagari sehingga menutupi akses ke kamar mandi di rumah milik La Rusia.
Karena tidak ada solusi antara kedua belah pihak lanjut Randal, ia bersama kliennya mendatangi kantor BPN Muna. Dimana BPN Muna kata dia, telah melayangkan panggilan kepada kedua belah pihak agar dilakukan upaya mediasi dan melahirkan solusi terbaik.
Sementara itu, Kepala BPN Muna, Ali Mustapah melalui Kasubag TU, Ramli mengatakan, dari hasil mediasi sengketa tapal batas yang digelar di kantor BPN Muna antara La Rusia dan La Bahara telah menyepakati, keduanya akan kembali menyelesaikan persoalan tersebut secara kekeluargaan dikantor desa.
“Nah, jika dari desa sudah ada kesepakatan terkait tapal batas yang dipermasalahkan, maka pihak BPN akan segera mengukur ulang batas tanah tersebut,”katanya
Saat di tanyai terkait penerbitan sertifikat tanah di lahan yang telah bersertifikat menurutnya, hal itu dikarenakan masyarakat tidak memperdulikan batas tanahnya sehingga terjadi tumpang tindih dalam pembuatan sertifikat.
“Kita juga sudah melakukan sosialisasi dan edukasi dimana saat akan dilakukan pembuatan sertifikat masyarakat harus memperhatikan batas-batas tanahnya sehingga dalam proses pengukuran tidak terjadi kesalahan. Jadi kadang masyarakat itu lalai, mereka minta diukurkan tanahnya tapi kewajibannya tidak dipenuhi,”jelasnya
Lanjut Ramli, dalam pembuatan sertifikat harus memenuhi tiga syarat yakni, syarat adminstratif terkait dengan identitas yang akan mengurus sertifikat lalu syarat yuridis terkait masalah riwayat tanah. Tanah diperoleh dari mana, apakah jual beli, hibah atau ahli waris dan ketiga syarat fisik yaitu masyarakat harus menguasai tanahnya.
“Jika syarat itu terpenuhi maka saya yakin tidak akan terjadi tumpang tindih sertifikat, dan ini sering kita gaungkan ditengah-tengah masyarakat sebelum melakukan pengurusan sertifikat agar tidak ada lagi permasalahan yang terjadi nantinya,”pungkasnya
Laporan : Phoyo