TenggaraNews.com, KENDARI – Aktivis organisasi non partai (Ornop), Bram Barakatino yang sebelumnya menjabat sebagai Ketua DPC Posko Perjuangan Rakyat (Pospera) Kendari resmi mengundurkan diri.
Melalui press conference, Ia membeberkan alasan-alasan logis, yang mendasari dirinya memilih mundur dari Ormas yang terbentuk sebagai organisasi dari relawan Joko Widodo.
Menurutnya, sikap pemerintah yang cenderung apatis terhadap investasi, yang sangat berpotensi mengacaukan stabilitas ekonomi serta kedaulatan bangsa adalah penting untuk dikawal dan disuarakan.
Lebih lanjut, Bram menjelaskan, idealisme yang tidak ingin dikubur oleh status keorganisasian, menjadi alasan mendasar sehingga dirinya memilih untuk mundur dari Ormas yang dipimpinnya itu.
“Mungkin bagi sebahagian orang khususnya kawan atau rekan seperjuangan saya di Pospera, akan sedikit kecewa dengan keputusan saya. Namun, sikap saya bukan lahir dari desakan pihak manapun, kemunduran saya dilatarbelakangi beberapa faktor penting ketidakstabilan sistem saat ini, dalam mengatasi banyak persoalan khususnya ekonomi. Saya amat sayangkan, sistem telah benar-benar bertindak semi otoriter, dimana kebebasan berpendapat kaum intelektual dijemput dengan pembungkaman dan penindasan,” bebernya saat dijumpai disalah satu Warung Kopi di Kota Kendari, Kamis 20 September 2018.
Selain itu, Bram juga menambahkan, bahwa idealisme mahasiswa dan pemuda intelek saat ini lagi-lagi telah di uji. Kondisi rupiah yang kian hari memburuk, sejatinya tidak patut untuk didiamkan. Di sisi lain, dia juga menyayangkan pemerintah membuka krang investasi asing yang cenderung berkiblat di negara penganut ideologi komunis itu (Cina), dan dalam investasinya turut menyertakan tenaga kerjanya.
“Membludaknya WNA yang mayoritas berasal dari negeri China ini tidak baik didiamkan. Sulit untuk mengatakan jika Indonesia kelak tidak akan bernasib sama dengan negeri jajahan China, melalui investasi dan diskusi utang piutang seperti nasip Anggola saat ini. Sesuai dengan rilis HIPMI, representasi penguasa ekonomi Indonesia itu mayoritas orang China, dimana total mereka hanya mencapai 28% dari keseluruhan warga negara ini, namun jumlah segitu saja sudah menguasai 50% ekonomi bangsa. Saya berfikir, jika kelak China mencapai 50% jumlahnya di bangsa kita ini, maka sulit untuk mengatakan ekonomi Indonesia serta kekayaan alam kita masih akan dikelola sendiri. ini patut dipertimbangkan matang,” akuinya.
Dikatakan Bram, investasi asing di beberapa titik kawasan pertambangan Sultra ini sama sekali tidak memberi dampak ekonomi bagi masyarakat di sekitarnya.
“Orang – orang China itukan kerja di perusahaan negaranya juga, mereka di gaji pakai uang dari sana, lalu kembali lagi ke negaranya. Artinya, uang dari China kembali lagia ke China, lalu apa yang Indonesia dapatkan?. Jangankan beli sebiji roti yang dijual masyarakat sekitar tambang, baju selembar pun mereka (WNA) tidak akan blanja di Indonesia. Dengan demikian, maka bangsa ini kehilangan sumber daya alam, namun tidak mendapatkan apa-apa,” katanya.
Bram kembali memberikan penguatan, bahwa kemunduran dirinya bukan untuk kepentingan politik pada Pilpres yang akan digelar 2019 mendatang. Namun semata-mata adalah kepentingan politik bangsa lebih menyeluruh.
“Saya mundur bukan karna ingin dukung kandidat Capres lain, itu keputusan politik individu, namun bersuara dan menolak kebijakan yang tidak pro terhadap rakyat adalah satu-satunya alasan kemunduran saya dari Ormas ini. Sebab, saya merasa tak ada hal yang benar-benar membuat saya yakin dengan kebaikan sistem saat ini,” tutupnya. (IC/Red)