TenggaraNews.com, JAKARTA — Indikasi korupsi proyek Simpang Lima Labungkari, di Kabupaten Buton Tengah (Buteng), Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) terus disoroti Gerakan Indonesia Anti Korupsi (GIAK).
Juru bicara (Jubir) GIAK, Hipatios Wirawan Labut membeberkan, ada indikasi korupsi pada pengerjaan proyek Simpang Lima Labungkari. Menurutnya, proyek yang menelan anggaran Rp6,8 miliar tersebut harus dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Biasanya, sebuah proyek yang menggunakan APBN atau APBD selalu berpatokan Kerangka Acuan Kerja (KAK), sehingga tidak ada potensi korupsi. Kalau ada perubahan anggaran tiba-tiba secara melawan hukum, maka proyek itu terindikasi kuat bermasalah,” ujarnya kepada awak media ini, Jumat 30 Agustus 2019.
Ditambahkannya, bahwa dalam data LPSE Buteng disebutkan, proyek yang diberi nama Penataan Kawasan Simpang Lima Labungkari tersebut menyedot uang negara dengan pagu anggaran sebesar Rp6,8 miliar, namun realisasi proyeknya hanya terlihat empat simpangan.
Tak hanya itu, data LKPJ Bupati Buteng tahun 2018 lalu, berdasarkan hasil paripurna menyepakati bahwa anggaran proyek tersebut sebesar Rp4 miliar, tetapi pada pelaksanaannya telah berubah menjadi Rp6,8 miliar.
“Perubahan anggaran ini bisa saja terjadi karena adanya mark-up atau penggelembungan harga, maka ada pejabat yang menyalahgunakan kewenangannya di sini. Mark-up atau penyalahgunaan wewenang adalah bagian dari korupsi,” kata Hipatios.
Pria yang juga tergabung dalam tim pengacara ini menegaskan, sebagai tindak pidana khusus, seharusnya setiap dugaan korupsi yang terungkap segera ditangani oleh aparat penegak hukum atau KPK.
“Jangan menunggu ada laporan dari masyarakat. Apalagi korupsi bukan merupakan delik aduan, tidak harus ada laporan dari masyarakat. Pemberantasan korupsi harus bersifat aktif,” pintanya.
Sebelumnya, Ketua DPP GIAK, Jerry Massie berencana akan melaporkan kasus ini ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Dalam waktu dekat lembaga kami akan membawanya ke ranah KPK,” ungkapnya via WhatsApp, Minggu 26 Agustus 2019, saat berada di New York, Amerika Serikat.
Jerry turut menduga, ada aktor yang memainkan kebijakan di lingkup elit Buteng secara terselubung, sehingga terjadi hal tersebut.
“Ini ada permainan terselubung yang dilakukan secara masif dan sistematis. Saya menduga Bupati Buteng terlibat dalam skandal korupsi proyek Simpang Lima Labungkari, bermain api dalam hal ini. Ini melanggar UU Tipikor Nomor 31 Tahun 1999 dan Nomor 20 Tahun 2000 dimana dalam hal ini sangat jelas terjadi abuse of power (Penyalahgunaan kekuasaan),” ucapnya.
Karenanya, Jerry meminta kepada KPK untuk segera turun ke daerah mengusut kasus ini, dan memanggil oknum (Pejabat elit Buton Tengah) terkait.
“Kami minta agar KPK turun (Ke daerah). Panggil oknum-oknum terkait khususnya Bupati Buton Tengah, legislator bahkan kontraktor. Apalagi, validitas data ada sama yang bersangkutan. Kan kalau sudah ada alat bukti apalagi dua alat bukti sudah kuat untuk menjerat oknum tersangka tersebut,” ungkapnya.
Dikatakannya pula, apabila dalam proses pelelangannya tercantum simpang lima maka harus simpang lima jangan jadi simpang empat. Bila terdapat oknum yang berlindung dengan dalil telah aman saat pemeriksaan BPK, maka BPK juga perlu diperiksa.
“Banyak kasus kepala daerah tersangkut korupsi tapi justru daerah meraih predikat WTP, itu aneh,” kata aktivis yang telah banyak kali menjadi pengurus Lembaga Anti Korupsi Nasional ini.
Hal itu pun dibenarkan Ketua Hukum dan Advokasi GIAK, Hendra Sihombing. Menurutnya, jika terjadi pelanggaran khususnya dalam tender maka itu sangat berbahaya.
Dalam dunia konspirasi, kata Hendra, ada yang disebut kleptokrasi yakni persengkokolan jahat antara birokrasi dan korporasi yang juga melibatkan legislator.
“Ada kejadian dari tender dirubah ke PK dan ini jelas pelanggaran,” ujar Hendra.
Menurutnya, dalam lelang di LPSE harus jelas kode lelang, nama paket, bantuan pengembangan, agency: ULP, satuan kerja, e-Lelang Umum, pascakualifikasi, sistem gugur. Anggaran APBN maupun APBD harus tertera, nilai pagu paket dan nilai HPS paket.
“Tetap kasus ini akan di bawa ke ranah KPK, harus diusut karena sudah ada indikasi kerugian negara,” pungkas Hendra.
Laporan: Rjl
Editor: Ikas