TenggaraNews.com, KENDARI – Dewan Pimpinan Komisariat (DPK) Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Halu Oleo (UHO) gelar kegiatan Bazar dan Dialog di salah satu warung kopi di Kota Kendari pada Senin, 12 Desember 2022.
Dengan bertemakan tentang “Eksistensi Perempuan Dalam Pusaran politik dan demokrasi, bazar dan dialog tersebut mengundang berbagai narasumber dari keterwakilan organisasai Cipayung Plus Kota Kendari Reschi Nur Rasak dari Kopri PMII, Feby Rahmayana LMND Sultra, Nur Isyati Kohati HMI, Lili Fasad M Kader GMNI Kendari.
Kemudian, Rasmin Jaya Kader GMNI Kendari dan Panelis Fitra Wahyuni Kabid Sarinah DPC GMNI Kendari serta moderator Sarinah Hijrah dari nggota GMNI FISIP UHO.
Ketua panitia Wa Ode Irma mengatakan bahwa bazar dan dialog yang bertemakan tentang “Eksistensi Perempuan Dalam Pusaran Politik dan Demokrasi” ini tak lepas dari pada kerja sama panitia dalam menyusun konsep, ide dan gagasan untuk melahirkan tema tersebut.
“Berangkat dari fenomena partisipasi dan keterwakilan perempuan dalam ruang publik dan politik, masih terlalu minim untuk mengisi ruang parlemen dan pemerintahan, sehingga perlu ada upaya serius untuk terus mendorong kualitas dan kapasitas semangat perempuan dalam memperjuangkan hak-hak politik sebagai representasi dalam mengakomodir program-program yang bersentuhan langsung dengan perempuan,” jelasnya.
Irma juga mengungkapkan bahwa kuota perempuan dalam politik dan parlemen 30 persen belum bisa menjawab dan mengakselerasi segala kebutuhan dan kepentingan kaum perempuan.
“Program-program dari kebijakan eksekutif dan legislatif belum menyentuh segala titik krusial di tengah masyarakat dari berbagai lini sektor,” ungkapnya.
Ditempat yang sama, Ketua DPK GMNI FISIP UHO Dani Mirsad mengapresiasi atas kerja kepanitiaan dalam menyusun konsep dan tema dialog, hingga sampai terselenggaranya kegiatan ini.
“Semoga apa yang menjadi terobosan anggota dan kader GMNI, khususnya FISIP UHO bisa terus membesarkan nama baik organisasi, sehingga apa yang menjadi program-program ke depan bisa terus di kembangkan,” terangnya.
Sementara itu, Feby Rahmayana yang hadir sebagai narasumber mengatakan bahwa masih banyak tantangan yang dari hadapi kaum perempuan ketika ikut berpartisipasi dan terlibat dalam dunia politik, kentalnya watak maskulin dan patriarki yang tidak sepenuhnya memberikan peluang kepada perempuan untuk merumuskan program, wacana dan isu sesuai dengan kebutuhan perempuan.
“Keterwakilan perempuan di parlemen belum bisa merepresentasi seluruh kalangan perempuan diakibatnya masih kentalnya oligarki, dinasti dan cengkraman birokrat pemerintah yang lebih mementingkan partai dan kelompok,” ujar Feby.
Lanjut, Rasmin Jaya hadir sebagai narasumber membeberkan bahwa kuota 30 persen perempuan dalam politik dan parlemen tidak menjadikan perempuan bisa berdaya sepenuhnya, meskipun demokrasi membuka seluas-luasnya akses hak untuk berpartisipasi dalam ranah kekuasaan.
Tetapi sering kali perempuan mendapatkan streototipe/pelabelan negatif dalam kehidupan sosial masyarakat ketika melibatkan diri dalam ruang publik.
“Tak hanya itu dalam dunia politik juga dianggap sesuatu hal yang kejam dan berdaya saing, olehnya itu dibutuhkan ongkos politik sebagai infrastruktr konsolidasi dan mobilisasi massa menjelang momentum Pemilu dan Pilkada, bahkan disisi lain juga kualitas dan kapasitas diri perempuan belum terlalu memadai, sehingga kepercayaan diri sering kali menjadi hambatan,” pungkasnya.
Laporan : Munir