TenggaraNews.com, KENDARI – Berdasarkan hasil rapat kerja (Raker) antara Komisi II DPR RI dan pemerintah pusat melalui Kementerian KemenPAN-RB dan BKN, Senin 20 Januari 2020 lalu, disepakati untuk memastikan tidak ada lagi status pegawai yang bekerja di instansi pemerintah, selain Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), sebagaimana diatur dalam pasal 6 UU No 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
Dengan demikian, kedepannya secara bertahap tidak ada lagi pegawai tetap, pegawai tidak tetap, tenaga honorer dan lainnya.
Hal tersebut menimbulkan pertanyaan besar bagi para tenaga honorer, khususnya kategori dua dan satu yang telah lama mengabdi. Bahkan, ada kekhawatiran karena merasa akan dirumahkan alias diberhentikan.
Anggota Komisi II DPR RI, Hugua meminta pemerintah daerah dan honorer agar tenang menyikapi hasil kesepakatan rapat kerja tersebut.
Menurut politisi Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan ini, isi kesepakatan Raker Komisi II dengan Menteri PAN RB, Tjahjo Kumolo dan Kepala BKN, Bima Haria Wibisana tersebut bukan berarti Pemda harus merumahkan seluruh honorer, tetapi justru memberikan mereka kepastian status.
“Kami juga tidak pernah melarang Pemda, terutama di wilayah-wilayah jangkauan sulit untuk merekrut honorer atau pegawai kontrak. Contohnya, di Pulau Runduma yang berada di Kabupaten Wakatobi. Pulau ini terkenal dengan keganasan ombaknya. Ibarat kata, perahu tujuh kali tenggelam baru bisa menembus Pulau Runduma,” ungkap mantan Bupati Wakatobi dua periode ini, saat dikonfirmasi jurnalis TenggaraNews.com melalui telepon selularnya, Kamis 23 Januari 2020.
Lebih lanjut, Hugua kembali meberikan contoh untuk daerah yang jangkuannya sulit, seperti di Desa Routa, Kabupaten Konawe. Untuk menjangkau desa tersebut harus menggunakan sepeda motor sehari semalam karena jalannya tidak bisa diakses oleh mobil.
Daerah-daerah sulit tersebut, lanjutnya Hugua, tidak bisa dilarang untuk merekrut honorer dari masyarakat setempat.
“Memangnya ada PNS yang mau bekerja di sana?. Yang mau ya hanya warga setempat,” ucapnya.
Menurut dia lagi, jika Pemda di wilayah sulit itu dilarang merekrut honorer, bagaimana negara bisa hadir di masyarakat. Ketentuan itu harus disesuaikan dengan kondisi di lapangan. Jangan dibuat kaku ataupun dipaksakan, yang akhirnya merugikan masyarakat.
“Pemerintah tidak boleh buat aturan kaku. Indonesia ini negara kepulauan jadi tidak bisa disamakan semuanya,” katanya.
“Intinya, Komisi II tidak melarang Pemda merekrut honorer lagi, kecuali wilayah perkotaan, ya tidak boleh,” tambahnya.
Laporan: Ikas