TenggaraNews.com, KENDARI – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
kaget, setelah mendapatkan laporan nilai Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang masuk di Sulawesi Tenggara (Sultra), hanya Rp 99,8 Miliar per tahun. Padahal ada 300 lebih Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang dikeluarkan pemerintah.
Wakil Ketua KPK, La Ode Muhammad Syarif, menganggap sumbangan PAD tersebut sangat kecil. Minimnya PAD yang diterima pemerintah daerah, KPK memduga kemungkinan adanya permainan antara kepala daerah dengan pengusaha tambang di Sultra.
“Sangat kecil PAD yang diterima. Hitung saja, tak sebanding dengan kerusakan yang terjadi. Kerusakan saja sampai triliunan nilainya. Kalau jaminan reklamasi yang bayar tidak semua perusahaan tambang, royaltinya cuma segitu berarti. Mereka kan tidak melaporkan semuanya. Jadi antara jumlah yang ditambah dibanding dengan yang dibayar mungkin berbeda,” tutur Syarif sesuai mengikuti rapat koordinasi (Rakor) dengan Pemerintah Provinsi Sultra bersama Pemerintah Kabupaten dan Kota seSultra di Kota Kendari, Senin (24/6/2019).
KPK juga menjelaskan kepada wartawan, dari 300 lebih perusahaan yang mengantongi IUP, hanya ada 2 perusahaan yang sudah sertifikasi Clean and Clear (CnC). Selebihnya belum memiliki padahal itu menjadi kewajiban pemilik IUP.
Pemegang IUP yang dinyatakan CnC, adalah IUP yang status izinnya sudah benar, tidak menyalahi aturan. Kemudian wilayah izin usaha pertambangan
tidak tumpang tindih dengan perusahaan lain, serta tidak tumpang tindih dengan kawasan konservasi alam.
Data dari Kementerian ESDM yang dirilis 12 Februari 2018, ada 6.565 IUP telah dinyatakan CnC. Sementara hasil supervisi KPK, ada 2.595 IUP yang dicabut Pemda periode tahun 2015-2017.
Kondisi ini berbeda di Sultra. Perusahaan tambang yang sudah melakukan eksplorasi dan eksploitasi, sepertinya terus mengalami peningkatan. Baik di wilayah Kabupaten Konawe Utara, Konawe, Konawe Selatan, Kolaka Timur, Kolaka, Kolaka Utara, Konawe Kepulauan.
“Saya kaget dengar di Sultra hanya dua IUP CnC,” kata Syarif
Wakil ketua KPK ini kemudian menyarankan dua hal yang harus dilalukan Pemprov Sultra. Pertama, jika ada perusahaan memiliki IUP yang tidak CnC serta sebentar lagi akan berakhir, maka Pemprov Sultra tidak boleh memperpanjang izinnya.
Kedua, jika perusahaan tidak segera memperbaiki IUP-nya agar CnC, maka Pemprov Sultra dapat mencabut izinnya.
“Kedua saran ini sudah cukup. Itu yang sedang kita advokasikan kepada pemda,” ujar.
Laporan : Rustam
Editor : Ikas