TenggaraNews.com, KENDARI – Kuasa Hukum La Tabe menyebut pernyataan La Ode Mabai Glara Sombo SH selaku kuasa hukum Kepala Desa (Kades) Bonetondo, bagian dari upaya pembelaan semata, atas pelanggaran hukum yang dilakukan kliennya berupa penyerobotan lahan dan pengrusakan tanaman.
Menurut Nastum SH menegaskan, semua yang disampaikan pihak Kades Bonetondo, Sulistini melalui kuasa hukumnya tidak benar dan kebohongan besar. Tak hanya itu saja, Ia juga bingung dengan pernyataan LA Ode Mabai, yang mengatakan bahwa lahan milik La Tabe yang diserobot merupakan lapangan bola sejak tahun 1967, yang diresmikan langsung oleh Bupati Muna kala itu, Laode Rasyid.
“Dalam gugatan mereka, lahan milik klien saya yang disebut sebagai lapangan itu, katanya diresmikan oleh Laode Ditu, yang saat itu menjabat sebagai Camat Kabawo. Tapi, sekarang lain lagi yang mereka sebut, sudah Pak Laode Rasyid. Ini kan sudah bukti kalau mereka mengada-ada,” beber Nastum SH, kepada awak media, Minggu malam 24 Maret 2019.
Soal tanaman jati yang diklaim pihak Kades Bonetondo hanya sebesar lengan, juga disanggah Nastum SH. Menurut dia, pernyataan tersebut lagi-lagi hanya pembohongan publik. Sebab, fakta di lapangan tanaman jati yang digusur sudah berusia puluhan tahun.

Anehnya, kata Nastum, tanaman-tanaman tersebut bukan hanya dirusak, tapi sudah terindikasi pencurian, karena batang jati yang rata tanah itu tidak ditemukan lagi.
“Iya, inikan sudah tergolong pencurian, karena batang-batang jati yang digusur tidak ditemukan di lahan tersebut,” ujar Nastum.
Selain itu, fakta lain yang dibeberkannya ke awak media, bahwa lahan milik kliennya tersebut tak pernah dijadikan lapangan. Hanya tempat bermain anak-anak di zaman itu. Sedangkan lokasi lapangan yang sesungguhnya berada di belakang sekolah dasar. Dimana, saat ini telah dikuasai oleh keluarga Kades Bonetondo.
“Tidak ada sejarah bahwa lahan yang digusur itu pernah menjadi lapangan bola. Dahulu, kawasan tersebut hanyalah tempat bermain anak-anak,” jelasnya.
Di tempat yang sama, salah satu kerabat korban juga memastikan, pihak Kades Bonetondo telah melakukan intimidasi dan pengancaman terhadap salah seorang anak La Tabe, dengan modus menakut-nakuti akan berhadapan dengan proses hukum, apabila tidak menandatangani surat keterangan hibah.
Sehingga, dalam kondisi gemetaran karena ketakutan, anak La Tabe bernama La Sanudi terpaksa menandatangani surat keterangan hibah tersebut.
“Begitulah kami masyarakat kampung yang tak faham hukum mas. Kalau sudah diancam akan berhadapan dengan proses hukum, kami sudah ketakutan. Dan saat saya tanya ke La Sanudi, kenapa dia menandatangani surat keterangan hibah tersebut, dia mengaku karena ketakutan setelah diancam,” beber Hadisa.
Sebelumnya, kata dia, pihak Kades Bonetondo menjanjikan akan memberikan ganti rugi lahan sebesar Rp10 juta, dan penawaran tukar guling lahan. Menurut Hadisa, apa yang dilakukan pihak terlapor merupakan bukti bahwa mereka sudah mengetahui, jika La Tabe merupakan pemilik lahan yang sah.
Akan tetapi, lanjutnya, sekarang Kades Bonetondo dan kroni-kroninya bersikukuh menyebut lahan tersebut sebagai kas desa. Padahal, kintal itu jelas-jelas memiliki sertifikat atas nama La Tabe yang diterbitkan pada Tahun 1991 lalu, dan setiap tahun pajak bumi bangunan (PBB) rutin dibayarkan.
“Ini kan aneh yah pak. Secara logika, penawaran ganti rugi hingga tukar guling bagian dari pengakuan mereka, kalau lahan tersebut milik paman saya. Sebab, kalau memang mereka meyakini itu bukan hak paman saya, untuk apa ada penawaran-penawaran seperti itu,” tambahnya seraya menunjukan ekspresi wajah keheranan.
Sebelumnya, Kepala Desa Bonetondo, Sulistini membantah tudingan dugaan penyerobotan lahan yang dialamatkan kepada dirinya. Klarifikasi tersebut disampaikan Sulistini melalui Kuasa Hukumnya, La Ode Mabai Glara Sombo, SH kepada redaksi TenggaraNews.com.
Menurutnya, kasus tersebut ada dua versi, yakni versi pihak La Tabe menyatakan pemerintah desa telah menyerobat lahan miliknya. Dan versi kliennya, bahwa kintal yang kini sudah digusur merupakan aset Desa Bonetondo.
“Sesungguhnya tanah tersebut adalah lapangan bola sejak tahun 1967, yang di resmikan langsung oleh Bupati Muna Laode Rasyid, dan tentu saksinya masih ada. Namun, karena kurangnya anggaran sehingga pembangunan sarana olahraga itu di hentikan,” ujarnya, Minggu 24 Maret 2019.
Selain itu, La Ode Mabai juga mengklarifikasi soal jumlah tanaman jati yang diratakan menggunakan alat berat. Dimana, pada pemberitaan disebutkan terdapat sekitar 40 pohon, kenyataannya yang ada cuma 12 pohon saja dan itu masih sebesar lengan orang dewasa. Terkait itu, kata dia, sudah pernah terjadi pertemuan sebelumnya bersama Camat Bone, bahwa La tabe tidak pernah menanam jati tersebut. Hal ini dikuatkan dengan pembicaraan.
“Memang ada pohon jati yang sudah besar namun jati tersebut berada di pinggir lapangan, dan itu bukan miliknya La Tabe akan tetapi itu milik La Sule, pemilik tanah yang bersebelahan dengan tanah La Tabe,” ucapnya.
(Kas/red)