TenggaraNews.com, KENDARI – Lagu daerah Tolaki sempat mendapatkan masa keemasannya. Kala itu, para musisi lokal berlomba-lomba menciptakan lagu daerah, kemudian mengemasnya dalam sebuah album dan dipersambahkan ke penikmat musik di jazirah Sulawesi Tenggara (Sultra).
Sayangnya, kelestarian budaya tersebut seakan hilang ditelan zaman. Dewasa ini, sudah tak ada lagi pelaku usaha ataupun musisi yang tertarik untuk menggarap album bermateri lokal.
Projeck Anoa Islands merupakan jawaban dan titik awal bagi kebangkitan lagu daerah. Melalui tangan dingin sejumlah musisi asli Sultra, yang telah malang melintang di dunia musik hingga ke level nasional ini, beberapa lagu daerah Tolaki yang pernah populer dieranya, kini akan kembali ngehits dengan konsep musik atau aransemen yang modern dan musikalitas tinggi.
Setidaknya ada empat lagu daerah yang di didaur ulang dengan konten musik kekinian. Kendati demikian, nuansa musik khas daerah juga tetap dihadirkan, sehingga dielaborasi secara apik.
Produser Anoa Island, Arya Yudha Prawira mengungkapkan, projec yang diinisasinya tersebut membawa misi sosial, dalam hal kelestarian budaya dengan tetap menjujung tinggi penghargaan kepada para musisi terdahulu, atas empat karya musik yang didaur ulang dalam album tersebut.
“Sebelum kami mengubah aransemen musik empat lagu itu, kami sudah terlebih dahulu meminta izin kepada Lembaga Adat Tolaki (LAT) Sultra. Alhamndulilah, kami diizinkan untuk mengeksplornya,” ujar personil Rockafada Band tersebut.
Menurut dia, saat ini banyak musisi maupun sineas yang telah mengeksploitasi budaya Tolaki, baik melalui karya musik maupun perfileman. Hal ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut, sehingga harus ada kelompok ataupun individu yang mengambil langkah cepat, untuk mengembalikan dan melestarikan budaya sesuai dengan rel nya.
“Kita disuguhkan dengan musik maupun film katanya bertemakan budaya, namun faktanya, justru tak sesuai dengan yang sebenarnya. Ini kan sama saja dengan perbuatan eksploitasi budaya. Ada yang mendaur ulang lagu tapi tak meminta izin, kemudian materi filmnya pun juga tak sepenuhnya menggambarkan budaya lokal kita itu seperti apa,” bebernya.
Yudha juga menambahkan, album Anoa Island ini tak diperjual belikan, melainkan akan dibagi secara gratis kepada tamu undangan yang hadir saat launching pada 25 November mendatang. Selain itu, pihaknya juga akan turun ke sekolah-sekolah maupun kampus, untuk mengenalkan lagu daerah tersebut serta membagikan kepingan kaset CD kepada para pelajar dan mahasiswa.
“Kan tujuannya untuk pelestarian musik bukan mengambil hasil melalui jualan album. Kalau kita mau jual maka kita juga harus fikirkan apa yang harus diterima para pencipta lagu sebelumnya, jangan mangambil keuntungan sepihak saja, kemudian merugikan pihak lain, ini karya loh harus dihargai,” tambahnya.
Ditempat yang sama, tiga musisi lainnya yang ikut terlibat dalam penggarapan album ini, yakni Ifal Chandra, Edo dan Irene mengaku bangga dan senang bisa terlibat dalam projeck sosial ini.
“Saya senang dan bangga bisa terlibat langsung. Kalau bukan kita siapa lagi, dan kalau bukan sekarang kapan lagi. Pokoknya asyik deh bisa ikut melestarikan lagu daerah ini,” ujar Irene, vokalis Amor Band.
Kebanggaan yang sama juga diungkapkan Ifal Chandra. Menurut dia, Anoa Island ini merupakan momentum kebangkitan lagu daerah Tolaki, dengan harapan bisa diterima bagi seluruh penikmat musik di Sultra, bahkan di kanca nasional dan international.
“Insya Allah, melalui album ini budaya kita bisa menasional dan tembus ke level international,” ungkap vokalis Anaconda band tersebut.
Adapun keempat lagu daerah yang masuk dalam album Anka Island yakni Molulo, Wulele Sanggula, Mombakani dan Peia Tawa-tawa.
Sayangnya, projec sosial ini tak mendapatkan support dari pemerintah. Padahal, sebelumnya Pemprov sudah pernah ditawarkan, namun dengan alasan tak ada anggaran album Anoa Island ini ditolak.
Kendati demikian, hal tersebut tak mematahkan keninginan mulia para musisi lokal tersebut, sehingga dengan kegigihan dan kerja keras serta profesional, album ini bisa rampung dan akan segera menyapa masyarakat.
Album ini juga disupport oleh salah satu tokoh masyarakat Sultra, Ali Mazi. Kendati demikian, projec ini dipastikan bersih dari nuansa politik.
Laporan: Ikas Cunge