TenggaraNews.com, KENDARI – PT. Konutara Sejati (KS) yang selama ini melakukan aktivitas pertambangan di Kecamatan Langgikima, Kabupaten Konawe Utara (Konut), Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) diduga melanggar sejumlah aturan. Parahnya lagi, perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) itu tak membawa dampak positif bagi masyarakat setempat.
Diduga kuat, PT. Konutara Sejati tidak memiliki izin jeti untuk melakukan proses pengangkutan hasil tambang. Meski demikian, perusahaan tambang tersebut tetap melaukan proses pengapalan hasil tambang.
Untuk itu, ratusan masyarakat Kabupaten Konut yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Peduli Pertambangan (AMPP) Sulawesi Tenggara (Sultra), mendatangi Kantor DPRD Provinsi seraya mendesak agar pihak legislatif, segera mengeluarkan surat rekomendasi pemberhentian aktivitas pertambangan, dan Dinas ESDM untuk meminta agar Pemprov mencabut Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT. Konutara Sejati.
Dalam orasinya, Korlap AMPP Sultra, Rahman Paramai menegaskan, PT. Konutara Sejati yang notabene merupakan perusahaan PMA beroperasi pada tahun 2012 lalu. Namun sejak beroperasi perusahaan ini tidak menjalan kewajibannya, justru banyak persoalan yang di timbulkan.
Pada dasarnya, kata dia, harapan masyarakat dengan dikelolahnya kekayaan alam tersebut, mereka akan meningkatkan taraf kehidupan masyarakat. Namun faktanya, justru berbanding terbalik dengan apa yang menjadi harapan dan juga cita-cita masyarakat Konut, khususnya di Desa Tobe Meita dan juga masyarakat Desa Marombo Pantai.
Dibeberkannya, dalam perjanjian awalnya bersama pihak masyarakat Langkikima, perusahaan nikel tersebut menyanggupi dan menyepakati untuk membayar CSR sebesar Rp 200 juta. Namun perjanjian tersebut dalam sejatinya tidak direalisasikan oleh PT. Konutara Sejati.
“Pada bulan Juli 2012 lalu kembali diadakan kesepakatan antara masyarakat Langikima dengan pihak PT. Konutara Sejati, dengan perubahan perjanjian berupa PT Konutara Sejati memberikan lahan seluas 4,7 hektare, untuk menutupi CSR sebesar Rp 200 juta perbulan, yang tidak dibayarkan oleh pihak perusahaan,” bebernya.
Lebih lanjut, Rahman menjelaskan, dengan lahan sebesar 4, 7 hektare yang diberiakan perusahaan kepada masyarakat, maka msyarakarat di berikan kewenangan penuh untuk megelolah hasil tambang melalui Koperasi, dan juga perusahaan yang ditunjuk oleh masyararakat. Tetapi sebagai pemegang IUP, PT. Konutara Sejati tidak memberikan rekomendasi kepada perusahaan yang di tunjuk oleh masyarakat, untuk melakukan proses pengangkutan hasil tambang atau pengapalan, sesuai perjanjian yang telah di sepakati oleh masyarakat dan juga pihak PT. Konutara Sejati.
Ditambahkannya, perusahaan tersebut tidak pernah membayar hak atau jaminan reklamasi kepada masyarakat, seperti yang tertera dalam UU Minerba nomor 4/2009 pada pasal 99 dan 100, di mana perusahaan tambang wajib menyediakan dana Jamrek, tujuannya sebagai jaminan perusahaan. Dan adapun sangsi yang akan di berikan kepada perusahaan yang melannggar aturan tersebut, perusahaan tidak berarti turut menghapus kewajiban pemegang IUP untuk melaksanakan reklamasi, meskipun sanksi yang diberikan adalah pencabutan IUP tetap kewajiban reklamasi harus diselesaikan juga.
Bahkan, langkah pidana bisa diambil jika terbukti ada pelanggaran, sehingga perusahaan dapat di jerat UU PPLH nomor 32/2009 terkait dengan pidana lingkungan hidup.
“Pihak PT. Konutara Sejati tidak mengindahkan surat rekomendasi yang telah dikeluarkan oleh DPRD Provinsi Sultra Nomor :160/582, tentang permeberhentian sementara aktivitas PT. Konutara Sejati, sampai dengan apa yang menjadi hak warga Desa Marombo bisa di bayarkan, yaitu hak Jaminan Reklamsi atau Jamrek,” tambahnya.
Laporan: Ikas Cunge