Oleh: Fifi Indaryani SH., MH
Beberapa bulan yang lalu publik Sultra di hebohkan dengan beredarnya video, yang diduga oknum peserta Pemilu yaitu calon anggota legislatif (Caleg) DPRD Kota Kendari dan Caleg DPRD Provinsi dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS), yakni Sulkhoni dan Riki Fajar bersama dengan oknum ASN yang diketahui Camat Kambu.
Video yang berdurasi 3,48 detik direkam oleh warga yang menggerebek ketika 2 oknum Caleg, beserta camat dalam sebuah rumah dengan menemukan daftar nama pemilih, bahan kampanye berupa stiker kedua Caleg tersebut.
Video itu bahkan viral di berbagai sosial media, dan bukan hanya menghebohkan publik Sultra tetapi seantero di Republik ini. Pemilu kali ini memang cukup berwarna, namun sayangnya diwarnai dengan hal-hal kotor yang tidak sepatutnya dilakukan oleh seorang calon representatif suara rakyat.
Berbagai pelanggaran Pemilu muncul di permukaan. Penindakan pelanggaran pemilu bukan hanya tugas Bawaslu semata namun juga para penegak hukum dan lembaga peradilan.
Kasus pelanggaran Pemilu yang terjadi di Sultra sudah memasuki tahap pemeriksaan di Pengadilan, dan diperkirakan dalam waktu dekat ini agenda persidangan pembacaan tuntutan Jaksa Penuntut Umum dan pembacaan putusan Hakim.
Publik Sultra sangat menunggu hasil putusan oleh Majelis Hakim yang menangani perkara tersebut. Pasalnya, berdasarkan fakta persidangan sudah sangat jelas pelanggaran yang dilakukan oleh 2 oknum Caleg dan ASN tersebut.
Fakta-fakta pelanggaran tersebut sudah sangat jelas ketika agenda persidangan pemeriksaan saksi-saksi beserta barang bukti, berupa video dan bukti-bukti lainnya yang dihadirkan ataupun ditunjukkan JPU dalam persidangan.
Tentunya, dengan kemampuan hakim dalam menganalisis fakta-fakta yang terungkap di persidangan dengan cermat, diharapkan dapat menghasilkan putusan yang seadil-adilnya.
Sebelumnya, dalam agenda persidangan pembacaan dakwaan, para terdakwa di dakwa oleh JPU dengan Pasal 493 Jo. Pasal 280 ayat (2) Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum Jo. Pasal 55 ayat (1) KUHP dengan hukuman penjara paling lama satu tahun.
Lembaga peradilan merupakan benteng satu-satunya harapan masyarakat untuk terciptanya keadilan. Kekuasaan kehakiman adalah sisa dari konsep kedaulatan Tuhan. Hakim sebagai aktor utama atau figur sentral dalam peradilan yang berperan sebagai wakil Tuhan di muka bumi. Dengan atas nama keadilan berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa, diharapkan mampu memberikan putusan seadil-adilnya, tanpa ada intervensi dari pihak manapun dan mampu menjaga marwah lembaga peradilan di mata publik demi kebenaran dan keadilan (Propter veritatem et justitiam).
Tentu saja kita semua berharap, jangan sampai lembaga peradilan kembali ternodai karena intervensi-intervensi dari pihak yang berkepentingan di dalamnya. (**)
Penulis merupakan Ketua Bagian Hukum dan HAM PB Serikat Mahasiswa Muslimin Indonesia (Semmi).