TenggaraNews.com – Sejarah mencatat setiap memperingati Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas). Kita mengingat kembali lahirnya organisasi Boedi Oetomo pada 20 Mei 1908. Organisasi yang didirikan oleh dokter Soetomo dan sejumlah pelajar di School Tot Opleiding Van Inlands Artsen (STOVIA). Soelaeman, Goenawan Mangoenkoesoemo, Angka Prodjosoedirdjo, M Suwarno, Muhammad Saleh, Soeradji, dan Goembrek.
Organisasi yang bergerak di bidang pendidikan dan sosial budaya itu, ikut membuat bergeloranya semangat rasa nasionalisme, persatuan-kesatuan, dan kesadaran memajukan diri anak bangsa melalui gerakan sebuah organisasi pada era penjajahan.
Boedi Oetomo berdiri, terinspirasi oleh dokter Wahidin Soedirohoesodo. Kala itu juga begitu gencar mengkampanyekan pentingnya pendidikan merata diterima anak bangsa. Maklum, dokter Soetomo ikut terinspirasi membentuk organisasi yang misi utamanya adalah memajukan pendidikan bagi anak bangsa kala itu.
Berbicara soal rasa kepedulian bagi kemajuan pendidikan, yang tidak dipungkiri erat dengan peristiwa Harkitnas. Saya teringat tokoh pendidikan di Sulawesi Tenggara. Sosok bernama La Ode Manarfa.
Putra tertua Sri Sultan Buton ke-38 La Ode Falihi Qaimuddin Khalifatul Khamis. Dan putra dari beribu bernama Wa Ode Azizah, anak dari Lakina Sorawolio keturunan Raja Buton I.
Tokoh pendidikan lahir di Buton pada 22 Maret 1917 ini, dan mengenyam pendidikan dari Universitas Leiden Belanda begitu peduli kepada dunia pendidikan di Sulawesi dan Sulawesi Tenggara. La Ode Manarfah telah mendirikan sejumlah universitas di Sulawesi Tenggara.
Sebutlah, di Kota BauBau pada 1960 mendirikan Universitas Sulawesi Tenggara. Dalam perjalanannya universitas itu berpindah ke Kendari, lantaran terlepasnya Provinsi Sulawesi Tenggara dari Sulawesi Selatan pada 1964. Kemudian berganti nama menjadi Universitas Halu Oleo. Sebelumnya berstatus universitas swasta, lalu berubah menjadi negeri pada 1981.
Tidak sampai di situ rasa kepedulian La Ode Manarfa bagi kemajuan dunia pendidikan di Sulawesi Tenggara. La Ode Manarfa bersama kerabatnya La Ode Malim mendirikan lagi sebuah universitas di Pulau Buton pada 1982. Universitas Dayanu Ikhsanuddin namanya.
Bahkan jauh sebelumnya pada 1956, La Ode Manarfa juga mendirikan Universitas Hasanuddin di Sulawesi Selatan. Lantaran menyadari pasca beralihnya era penjajahan diperlukan sarana pendidikan bagi anak bangsa di Pulau Sulawesi.
Saya kira di momen Harkitnas ini, jasa-jasa tokoh pendidikan seperti dokter Soetomo, dokter Wahidin Soedirohoesodo dan La Ode Manarfa berjasa besar memasifkan pendidikan bagi anak bangsa di Indonesia pada umumnya. Dan khususnya di Sulawesi Tenggara.
Tak luput, kebangkitan nasional bermula dari faktor bagaimana ikut memasifkan menghadirkan pendidikan bagi anak bangsa. Berujung menimbulkan rasa semangat nasionalisme, persatuan-kesatuan, dan kesadaran memajukan diri.
Oleh: Fajar Lase (Penulis merupakan Pemerhati Sulawesi Tenggara)