TenggaraNews.com, JAKARTA – Pernyataan Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra), Ali Mazi yang menyebut bencana banjir bandang di Kabupaten Konawe Utara (Konut) yang menyebabkan 4.198 jiwa terpaksa mengungsi, merupakan cobaan dari Allah dan tak ada kaitannya dengan aktivitas pertambangan, ditanggapi serius Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI).
PB HMI Bidang Lingkungan Hidup nampaknya meradang mendengar pernyataan Ali Mazi, yang terkesan melindungi para pengusaha pertambangan.
Gadri Attamimi, Kabid LH PB HMI menegaskan, bahwa banjir yang terjadi di Konut murni akibat kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh aktifitas pertambangan dan perkebunan sawit pada wilayah tersebut.
Menurutnya, pernyataan Ali Mazi selaku Gubernur mengenai bencana banjir di Konut adalah ujian Allah SWT merupakan kesesatan berpikir. Baginya, hal ini berbeda dengan pernyataan Wakil Gubernur Sultra, Lukman Abunawas di salah satu media online lokal pada 11 Juni 2019, yang menyebutkan kegiatan pertambangan dan kerusakan lingkungan menjadi penyebab banjir bandang, yang melumpuhkan Kabupaten Konut.
Bagi Gadri, banjir yang terjadi di Konut adalah akibat praktek korup perizinan yang dilakukan oleh elit politik lokal di daerah tersebut. Hal ini terbukti dengan status hukum mantan Bupati Konut, Aswad Sulaiman yang menjadi tersangka akibat suap Rp13 miliar untuk memuluskan izin sejumlah perusahaan pertambangan, akibatnya negara mengalami kerugian sebesar Rp 2,7 triliun.
Lebih lanjut, Kabid LH PB HMI itu mengatakan, Allah telah menuliskannya juga dalam Al Qur’an surat Ar-Rum (30:41) tentang kerusakan dimuka bumi ini akibat perilaku manusia. “Bahwa telah Nampak kerusakan di darat dan di lautan akibat perbuatan tangan (maksiat) manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”.
Baginya, Gubernur Ali Mazi seharusnya memerintahkan seluruh stakeholder terkait di pemerintahannya untuk bersama-sama elemen masyarakat, saling membantu dalam menangani kerusakan lingkungan akibat aktifitas pertambangan dan sawit yang ada di Konut, melalui Perda perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup nomor 14 tahun 2013, yang dikeluarkan dan diamanahkan oleh Gubernur Sulawesi Tenggara untuk mengembalikan fungsi lingkungan hidup, serta mencegah terjadinya pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup.
“Meminjam kalimat dari Dr. Sofyan Sjaf, Kepala PSP3 IPB, bahwa narasi kesadaran kritis banjir Konawe Utara perlu dibangun bersama,” jelasnya, Jumat 14 Juni 2019.
Laporan: Ikas