TenggaraNews.com, KENDARI – Yayasan Rumpun Perempuan Sultra (RPS) gelar diskusi kampung terkait penerimaan pengaduan, penanganan jasus dan pendampingan korban.
Pengurus Yayasan RPS, Alexander mengatakan, diskusi kampung yang digelar mulai tangal 6 sampai 19 Agustus 2019 ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman Kelompok Konstituen (KK) tentang relawan P2TP2A melalui SK. Walikota Kendari nomor 1208 Tahun 2018, tentang pembentukan relawan P2TP2A Kota Kendari.
Selanjutnya, pelatihan ini juga bertujuan untuk meningkatkan pemahaman KK terkait mekanisme koordinasi relawan P2TP2A dengan P2TP2A Kota Kendari. Dan meningkatkan pemahaman KK terkait alur penanganan kasus kekerasan terhadap perempun dan anak.
“Diskusi kampung ini dikhususkan untuk memperkuat keterlibatan komunitas dalam pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak, khususnya di Kota Kendari,” ujar Alexander, Rabu 14 Agustus 2019.
Dia juga menambahkan, diskusi kampung ini dilaksanakan di 15 kelurahan yang tersebar di enam kecamatan. Menurut Alexander, kekerasan terhadap perempuan dalam UU Nomor 23 Tahun 2004 didefinisikan sebagai setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
Sementara definisi kekerasan terhadap anak dalam UU Nomor 35 Tahun 2014 adalah setiap perbuatan terhadap anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikis, seksual, dan penelantaran. Termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum.
Dia juga mengungkapkan, Undang-undang dibuat untuk memberikan perlindungan hukuman kepada perempuan, laki-laki, anak perempuan dan laki-laki. Faktanya, jumlah kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dan kasus anak di negeri ini, khususnya di Kota Kendari, setiap tahun terus meningkat.
“Kompilasi data kekerasan terhadap perempuan/anak (KTP/KTA) yang di keluarkan oleh Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P2TP2A) Kota Kendari, menunjukan aduan kekerasan terhadap perempuan dan anak tahun 2015 ada 9 kasus, 2016 ada 10 kasus, 2017 sebanyak 27 kasus dan tahun 2018 meningkat menjadi 48 Kasus,” kata Alexander.
Situasi ini, Ia menjelaskan, dibutuhkan kerjasama multi pihak di semua level, mulai dari pemerintah sampai level komunitas dan masyarakat akar rumput (grassroots community).
Faktanya, kasus KTP dan KTA yang terjadi di Kota Kendari sebagian besar dialami oleh perempuan dan anak perempuan, ini terajadi di wilayah domestik yakni di tingkat rumah tangga dan ada hubungan kekeluargaan, serta dilingkungan tempat tinggal yang pelakunya orang yang dekat mereka.
Fenomena ini ibarat gunung es yang nampak pada bagian atasnya saja, disinalah peran dan dukungan pemerintah Kota Kendari pentingnya kebijakan serta program perlindungan terhadap perempuan dan anak.
“Yang tidak kalah pentingnya dari itu adalah partisipasi aktif masyarakat, untuk pencegahan dan penanganan korban kekerasan,” ucapnya.
Laporan: Ikas