TenggaraNews.com, KENDARI – Sejak pemerintah pusat menetapkan Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara (Sultra) sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), Desa Morosi terus menjadi sorotan publik.
Bagaimana tidak, kehadiran PT. Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI) menimbulkan banyak konflik yang berkepanjangan. Mulai dari Tenaga Kerja Asing (TKA) asal Cina yang jumlahnya lebih banyak ketimbang tenaga kerja lokal, kesenjangan upah karyawan, kecelakaan kerja, pembebasan lahan, pencemaran lingkungan hingga konflik hutang piutang dan tarik ulur kepemilikan kawasan tersebut.
Terkait klaim kepemilikan sah kawasan industri tersebut, jurnalis TenggaraNews.com melakukan penelusuran dan menemui beberapa pihak, diantaranya PT. Konawe Putra Propertindo (KPP) dan PT. VDNI.
Kepada TenggaraNews.com, PT KKP mengungkapkan, bahwa sampai dengan saat ini, kawasan industri tersebut merupakan milik PT. KKP, sedangkan PT. VDNI hanya tenant di kawasan industri tersebut.
Investasi PT. KKP di kawasan industri Morosi itu dimulai pada akhir 2013 lalu. Saat itu, Bupati Konawe Kerry Saiful Konggoasa mengundang PT. KKP. Adapun hasil pertemuannya, Bupati Konawe meminta PT. KPP untuk membuka kawasan industri di wilayah Kabupaten Konawe.
Pada November 2013, PT. KPP mulai melakukan fisibility studi dan sosialisasi ke masyarakat. Selanjutnya memutuskan untuk berinvestasi di Konawe. Sebagai persyaratan untuk membuka kawasan industri, selanjutnya PT.KPP mengurus dan mengajukan persyaratan kelengkapan administrasi kawasan industri tersebut, dengan supervisi Iangsung dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Konawe.
Dalam kegiatan investasi (pembebasan lahan,npembangunan infrastruktur, dll), PT. KKP didampingi oleh tim sembilan Pemkab Konawe, unsur Muspida setempat dan BKPM pusat serta Kementerian Perindustrian.
Alhasil, PT. KPP mendapatkan ijin prinsip usaha kawasan industri dan dilanjutkan dengan ijin lokasi pengelolaan kawasan industri Konawe seluas 5.500 hektare. Selanjutnya, perusahaan ini juga mendapatkan ijin lingkungan atau analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) yang disahkan oleh fatwa Kemenko.
Dalam waktu delapan bulan, PT.KPP berhasil membebaskan lahan kurang lebih 740 hektara. Serta membangun akses jalan kawasan sepanjang 32 KM dan tembus sampai ke pelabuhan. Dan kawasan industri yang di kelola PT. KPP berhasil menjadi salah
satu program KEK prioritas nasional RPJM 2015-2019, yang dicanangkan Presiden RI, Joko Widodo.
Direktur PT. KPP, Edi Wijaya menceritakan kronologi hubungan perusahaan yang dipimpinnya dan PT. VDNI. Menurut dia, PT. VDNI adalah tenant kawasan industri yang di kelola PT. KPP. Sebagaimama diketahui, PT. VDNI bergerak dalam bidang smelter nickel.
Selanjutnya, kedua belah pihak melakukan perjanjian pembelian kavling tanah alias PPJB kawasan seluas 500 hektare, pada Mei 2015 lalu.
Akan tetapi, kata Edi, hingga saat ini belum terjadi Akte Jual Beli (AJB) atau pengalihan sah hak atas tanah milik PT. KPP kepada PT. VDNI. Alasannya, PT. VDNI belum melaksanakan penuh kewajiban pembayaran downpayment seperti yang diperjanjikan dalam PPJB.
“PT. KPP belum bisa menerbitkan sertifikat atas nama VDNI, karena menunggu surat rekomendasi dari Provinsi Sultra tentang tata ruang. Sejak awal PT. KPP membantu dan menjaga investasi PT. VDNI sebagai tenant kawasan, serta memberikan akses penuh penggunaan fasilitas mess, jalan dan pelabuhan,” jelas Edi Wijaya, saat ditemui jurnis TenggaraNews.com di salah satu hotel di Kota Kendari, belum lama ini.
“PT. VDNI tidak mendapatkan hambatan dalam mempergunakan dan membangun pabrik di atas lahan yang sudah disediakan oleh PT.KPP, dan VDNI sudah berproduksi bahkan sudah melakukan ekspor ferronikel sejak pertengahan tahun 2017 lalu,” tambahnya.
Bupati Konawe, Kery Saiful Konggoasa membenarkan dan mengakui jika PT. KPP merupakan pemilik sah kawasan industri Morosi yang saat ini dimanfaatkan pihak PT. VDNI.
Lebih lanjut, Kery menambahkan, jika ditinjau dari aspek perizinan, PT. KPP merupakan pemilik sah kawasan tersebut. Bahkan, hingga saat ini KPP masih memiliki asset di wilayah industri tersebut.
“Iya, setahu saya itu (kawasan industri morosi) milik PT. KPP,” kata mantan Ketua DPD PAN Konawe itu.
Jurnalis TenggaraNews.com mencoba menghubungi pihak PT. VDNI untuk mengkonfirmasi terkait sengketa kepemilikan sah kawasan industri di Morosi itu. Akan tetapi, pihak yang dihubungi (Nanung, red) melalui akun Whatsapp miliknya tak memberikan kepastian, apakah Ia bersedia untul diwawancara atau tidak.
Pesan singkat yang dikirimkan jurnalis TenggaraNews.com kepada Nanung, terkait permintaan untuk mengkonfirmasi status kepemilikan kawasan industri tersebut nampak hanya dibaca.
Hingga saat ini, pihak PT. VDNI masih enggan memberikan komentar soal kasak kusuk di kawasan industri Morosi, yang belakangan ini terus menimbulkan konflik sosial, dan masyarakat pula yang menjadi korban dari persoalan kepentingan para pengusaha tersebut.
Laporan: Ikas