TenggaraNews.com, KENDARI – Gubernur Sultra, Ali Mazi telah menyampaikan pernyataan resminya ke publik melalui pemberitaan, bahwa dirinya menolak kedatangan 500 Tenaga Kerja Asing (TKA) di Bumi Anoa.
Kendati demikian, orang nomor satu di Sultra itu ditantang menunjukan keseriusan dan tekadnya menolak kedatangan TKA tersebut dengan cara yang lebih gentle dan meyakinkan ke publik.
Tantangan tersebut datang dari Ketua DPD Bintang Muda Indonesia (BMI) Sultra, Muh. Yusuf Yahya.
Kepada TenggaraNews.com, Yusuf Yahya mengatakan, bahwa jika hanya berbicara menolak ke publik, siapa pun bisa melakukan hal tersebut. Tapi, sebagai pucuk pimpinan di daerah, maka Gubernur Sultra harus menunjukan sesuatu yang lebih meyakinkan ke publik, bahwa Ia benar-benar pro rakyat.
Yusuf Yahya menantang Ali Mazi menyampaikan ke publik, bahwa dirinya siap menanggalkan jabatannya sebagai Gubernur Sultra, apabila TKA asal Cina yang akan didatangkan PT. VDNI ternyata tetap hadir di Sultra.
“Berani ndak Pak Gubernur menyampaikan seperti itu ke publik. Kalau beliau berani, itu baru diapresiasi dan disebut bahwa dia benar-benar seorang pemimpin rakyat,” ujarnya, Sabtu 2 Mei 2020.
Tantangan tersebut juga diberikan kepada Ketua DPRD Provinsi Sultra, Abdurrahman Saleh. Menurutnya, jabatan publik melekat konsekuensi sebagai publik figur.
“Pak Ketua DPRD Provinsi juga ngapain mau turun-turun demo segala? Dia cukup bekerja sesuai dengan gaweannya dan memastikan agar ratusan TKA itu tidak masuk. Itupun kalau memang dia benar-benar serius menolak. Jika serius menolak, maka dia juga harus berani menyampaikan ke masyarakat, bahwa dia siap mundur dari dewan jika para TKA itu ternyata tetap masuk ke Sultra,” jelasnya.
Tak hanya soal TKA, Yusuf juga menantang Gubernur dan Ketua DPRD Sultra, menunjukan keberaniannya untuk menyampaikan ke publik, kesediaan mereka menanggalkan jabatannya apabila ada masyarakat Sultra yang kelaparan di tengah pandemic Covid-19.
Selanjutnya, untuk Ketua DPRD Provinsi Sultra, Abdurrahman Saleh juga ditantang menunjukan keberaniannya untuk memimpin aksi jika anggaran Rp400 milyar, yang dialokasikan untuk pencegahan Covid tak jelas.
“Berani ndak Saudara Abdurrahman Shaleh pimpin aksi ini. Kalau dia berani Itu baru wakil rakyat, karena Rp400 milyar itu sudah menjadi keputusan bersama dengan DPR, dan menyangkut wibawa legislatif,” ucapnya.
Sesungguhnya, kata Yusuf Yahya, pandemic Covid-19 adalah ujian juga buat para pemimpin, apakah mereka punya nilai kepekaan dan kepedulian mendahulukan kepentingan rakyat.
“Cobalah ada rasa malu di mereka, yang masih mengunakan fasilitas negara tinggal di Rujab, tidur beralaskan sprint bed, makan enak. Semua ditanggung negara berbanding terbalik dengan kondisi masyarakat Sultra hari ini, akibat terdampak covid-19 banyak masyarakat kehilangan pekerjaan,” ungkapnya .
“Mereka fikirkan ndak bagaimana dengan kebiasaan kehidupan buruh di pelabuhan, yang hanya berpenhasilan Rp100 sampai 150 ribu perhari, cukup untuk menghidupi keluarganya sehari-hari, di mana dia bekerja dari pagi sampai malam. Dan hari ini dia jadi pengangguran. Pertanyaannya apakah mereka (para pemimpin) masih enak lidahnya makan di atas penderitaan rakyatnya seperti itu. Saya hanya sekedar menimbau pakai hatilah hai para pemimpin dalam memimpin daerah ini,” pungkasnya.
Laporan: Ikas