TenggaraNews.com, KENDARI – Aksi penganiayaan dan pengeroyokan yang dilakukan oknum satuan polisi pamong praja(Satpol PP) Provinsi Sultra dan oknum anggota kepolisian, terhadap beberapa mahasiswa dan masyarakat Kabupaten Konawe Kepulauan (Konkep), saat melakukan aksi penolakan tambang, Rabu 6 Maret 2019 di Kantor Gubernur Sultra mendapatkan kecaman dari sejumlah pihak.
Tindakan represif yang dilakukan oleh pihak kepolisian dan Pol PP terhadap para demonstran dinilai bagian dari perbuatan melanggar hukum, terkait Hak Asasi Manusia (HAM).
Olehnya itu, Gubernur, Kapolda, Kasat Pol PP Sultra dan Kapolres Kendari didesak untuk bertanggungjawab atas kasus kekerasan ini. Bahkan, sejumlah element kepemudaan dan masyarakat secara umum mendesak agar Kapolres Kendari dan Kasat Pol PP Sultra segera dicopot.
Ketua Umum Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Sultra, Erwin Gayus sangat menyayangkan dan mengutuk keras tindakan represif yang dilakukan oleh pihak kepolisian dan Pol PP terhadap para demonstran.
“Saya atas nama kelembagaan PMII Sultra mengutuk keras tindakan represif yang telah dilakukan oleh pihak kepolisian berkolaborasi dengan Pol PP kepada para demonstran,” ucapnya.
Menurut dia, hampir tidak ada alasan untuk mentolerir tindakan represif tersebut. Untuk itu, pihaknya meminta agar Kapolres dan Kasat Pol PP dicopot dari jabatannya.
Sebab, hal ini bukan lagi hanya sekedar soal tambang, tetapi juga soal kemanusiaan. Apalagi, para demonstran tersebut bukan hanya terdiri dari mahasiswa tetapi juga ada ibu-ibu yang datang untuk menyuarakan haknya, tapi diperlakukan represif.
“Kepada Kapolda Sultra, agar mencopot Kapolres Kota Kendari karena tidak mampu mengontrol bawahannya dan tidak bisa menjadi pelindung masyarakat. Kepada Gubernur Sultra, agar mencopot Kasat Pol PP Sultra yang juga tidak becus dalam mengontrol bawahannya yang terlihat sangat anarkis terhadap demonstran,” tegasnya.
Di tempat terpisah, Ketua Presidium Jaringan Demokrasi Indonesia (JaDI) Sultra, Hidayatullah menegaskan, bahwa demonstrasi adalah bagian dari ekspresi menyatakan pendapat yang keberadaanya dijamin dalam negara demokrasi. Jalannya menyampaikan pendapat tersebut harus dilindungi dan dijauhkan dari tindak kekerasan, tidak selayaknya aparat kepolisian dan aparat Pol PP melakukan kekerasan pada kegiatan tersebut.
“Seharusnya aparat kepolisian berkewajiban menjaga massa aksi,” tegas mantan Ketua KPU Provinsi Sultra ini.
Untuk itu, Hidayatullah mengutuk keras cara aparat kepolisian dan Pol PP menggunakan kekerasan, dalam menangani demonstrasi yang dilakukan oleh massa aksi masyarakat Kabupaten Konkep, yang dilakukan aparat kepolisian dan Pol PP di luar batas prosedur yang semestinya.
Lebih lanjut, Hidayatullah menuntut Pemprov Sultra dan kepolisian bertanggung jawab atas timbulnya korban dalam aksi kekerasan aparat tersebut. Selain itu, dia juga meminta Gubernur dan Kapolda Sultra untuk masing-masing melakukan pengusutan dan penindakan.
Menurut dia, Gubernur Sultra dan pihak Polda Sultra harus segera menyampaikan permohonan maaf secara terbuka, atas aksi kekerasan tersebut dan tidak boleh terulang lagi.
Untuk memberikan keadilan dan memastikan masa depan masyarakat serta keberlanjutan Pulau Wawonii tersebut, maka Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera mengusut pemberian izin 13 IUP tambang, dan terindikasi melanggar UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU Nomor 27 Tahun 2007, tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Kabupaten Konkep merupakan salah satu pulau kecil yang tidak layak dilakukan eksplorasi pertambangan.
“Aparat kepolisian harus bersikap profesional, disiplin dan menjadi aparat negara yang lebih meningkatkan fungsi public services kepada masyarakat, agar tercipta rasa aman, nyaman, terlindungi, dan merasa diayomi. Kepolisian tidak boleh berjarak dari masyarakat, tetapi harus melebur dan menyatu dalam rangka menjalankan tugasnya,” jelas Hidayatullah.
Kecaman juga datang dari Himpunan Pemuda Pelajar Mahasiswa Kabupaten Konawe Utara (Hippma-Konut) Sultra, yang juga mengutuk keras atas tindakan pemukulan kepada masyarakat dan mahasiswa Kecamatan Wawonii Tenggara, Kabupaten Konawe Kepulauan.
“Dengan adanya tindakan pemukulan masa aksi tersebut, Kapolda dan Kasat Pol PP Sultra sultra harus mempertanggungjawabkan perbuatan anarkisme yang dipertontonkan oleh anggotanya masing-masing,” ungkap Wildanun, Plt. Ketum Hippma-Konut (dilansir dari laman topikterkini.com)
Untuk diketahui, kecaman juga dilontarkan melalui akun media sosial (Medsos), yang menyayangkan sikap anarkisme dari pihak kepolisian dan Satpol PP Sultra. Video yang menunjukan aksi kekerasan tersebut mewarnai sejumlah Medsos, seperti facebook, instagram, WhatsApp dan Twitter.
(Rus/red)