TenggaraNews.com, KENDARI – Melalui Rapat Dengar Pendapat (RDP) atau hearing bersama Komisi III DPRD Provinsi Sultra, terungkap sejumlah fakta-fakta pelanggaran dari aktivitas haulling PT. ST. Nikel Resourches.
Di hadapan anggota Komisi III DPRD Provinsi Sultra dan aspirator, Alfred yang mengaku sebagai Kepala Cabang PT. ST. Nikel Resourches mengakui jika pihaknya hanya mengantongi surat izin penggunaan jalan nasional, yang diterbitkan pihak Kementerian PU dan Perumahan Rakyat melalui Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) XXI Kendari.
Padahal, jalan yang dilalui dari aktivitas haulling perusahaan tambang yang beroperasi di Pondidaha, Kabupaten Konawe itu meliputi jalan provinsi dan kota. Sehingga, aspirator dari Koalisi Pemerhati Lingkungan dan pertambangan (Kapitan), Corong Rakyat (Corak) serta Komisi III DPRD Provinsi Sultra menilai perusahaan tersebut telah menyalahi aturan. Sebab, melakukan aktivitas pemuatan ore nikel dengan menggunakan fasilitas umum tanpa dilengkapi dokumen izin penggunaan jalan umum dari Pemkot Kendari.
Laode Tando Wuna, salah satu anggota Corak Sultra menegaskan, bahwa telah terjadi kebocoran sumber PAD di Kota Kendari, atas aktivitas haulling dari PT. ST. Nikel Resourches.
Olehnya itu, pihak kepolisian harus memproses dugaan tersebut. Sebab, sudah ada kerugian negara yang disebabkan olehnya perusahaan tersebut. Apalagi, aktivitas pemuatan ore nikel menggunakan jalan umum ini sudah berlangsung lama.
“Sudah lima tahun mereka lakukan aktivitas ini. Makanya, kami meminta pihak kepolisian agar menyelidiki kasus ini. Dan pihak ST. Nikel sudah mengakui sendiri bahwa mereka tidak memiliki izin dari Pemkot. Makanya, saya meminta komitmen aparat kepolisian, khususnya Ditres Krimsus Polda Sultra untuk penegakan hukum,” tegasnya, Selasa 14 April 2020.
Tando Wuna juga menyoroti pernyataan pihak Ditres Krimsus Polda Sultra, yang mengaku sudah pernah memproses ST. Nikel Resourches namun tak menemukan bukti-bukti illegal atas aktivitas perusahaan tambang tersebut.
Menurutnya, kemampuan penyidik Mapolda Sultra dalam mengungkap tindak kejahatan pertambangan patut dipertanyakan. Bagaimana tidak, aparat kepolisian dinilai talking jeli dalam menemukan pelanggaran tersebut. Padahal, secara jelas terdapat beberapa dokumen perizinan yang tak dimiliki.
“Yah, saya menilai mereka (penyidik) tak jeli. Makanya, saya meminta komitmen kepolisian untuk melakukan penyelidikan secara serius,” pintanya.
Sementara itu, Kadis Perhubungan Provinsi Sultra, Hado Hasina menyebutkan, bahwa terdapat dua dokumen perizinan yang tak dimiliki oleh pihak PT. ST. Nikel Resourches, yakni izin kompensasi penggunaan jalan umum dan izin pengangkutan barang khusus.
Menurutnya, seyogyanya izin pengangkutan barang khusus tersebut sudah dimiliki PT. ST. Nikel Resourches. Sebab, pemerintah mewajibkan pengurusan dokumen perizinan itu sejak 2009 lalu.
“Ore ini kan masuk kategori barang khusus. Makanya perusahaan tambang diwajibkan mengantongi izin pengangkutan barang khusus tersebut,” ungkap Hado Hasina.
Anggota Komisi III DPRD Provinsi Sultra, Salam Sahadia mendesak PT. ST. Nikel Resourches agar menghentikan aktivitasnya sebelum mengantongi dokumen dua perizinan tersebut.
Salam Sahadia juga menduga terjadi pembiaran terhadap aktivitas haulling PT. ST. Nikel, yang tak disertai dengan kelengkapan perizinan. Padahal, kelengkapan izin yang dimaksud seharusnya diurus sejak 2009 lalu.
“Ini kan sudah lima tahun mereka beraktivitas melakukan haulling dengan menggunakan fasilitas umum tanpa kelengkapan perizinan. Maka patut diduga ada kongkalikong antara pihak perusahaan dan instansi terkait,” ujar Salam Sahadia.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Cabang PT. ST. Nikel Resourches, Alfred hanya bisa memperlihatkan izin penggunaan jalan umum dari BPJN. Ditanya soal izin dari Pemkot Kendari, Alfred tak bisa menunjukannya seraya mengarahkan awak media agar menanyakan hal tersebut ke Wali Kota Kendari.
“Yang jalan kota melalui wali kota, silahkan tanyakan ke instansi terkait,” katanya.
Di sisi lain, Alfred juga mengakui jika truck pengangkut ore nikel pihaknya kerap memuat dengan kapasitas over tonase.
“Yah kurang lebih ada (over tonase). Kita usahakan sesuai ketentuan yakni delapan ton per truck,” akuinya.
Alfred juga membenarkan jika pihaknya belum mengantongi izin pengangkutan barang khusus dari Dinas Perhubungan Provinsi Sultra, sebagai salah satu kewajiban perusahaan dalam melakukan aktivitas haulling.
Laporan: Ikas