TenggaraNews.com, JAKARTA — Sebagai bentuk antisipasi lanjutan atas panjangnya musim kemarau yang terjadi di Indonesia. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, Siti Nurbaya mengajak seluruh jajarannya dan BMKG untuk melihat prediksi cuaca, guna mempersiapkan langkah-langkah pengendalian kebakaran hutan dan lahan di Indonesia.
Berbeda dengan tahun 2015 lalu, yang menjadi tahun kelam bagi Indonesia mengalami bencana asap yang ditimbulkan dari kebakaran hutan dan lahan. Pada tahun 2018, KLHK semakin mempersiapkan diri dan siap siaga, dan tercatat telah menurunkan 1.980 orang personil Manggala Agni, Brigade Karhutla binaan UPT Konservasi Sumber Daya Alam sebanyak 108 orang serta Brigade Karhutla binaan KPH sebanyak 870 orang.
Menteri Siti menyampaikan, bulan September selalu menjadi bulan yang cukup rawan bagi KLHK, tahun 2015 lalu kebakaran mulai terjadi di minggu pertama dan kedua bulan September ini.
“Seluruh pihak harus bekerja efektif, khususnya dalam melihat laporan hot spot (titik panas), harus cermat dan teliti, titik panasnya harus ditarik ketingkat akurasi 60%-80%, sehingga benar-benar didapat wilayah-wilayah yang titik panasnya sangat berpotensi menjadi titik api,” ujarnya.
Dalam pertemuan ini, Deputi Klimatologi BMKG, Herizal menerangkan, bahwa tahun ini Indonesia memang mengalami kemarau yang cukup panjang. Diperkirakan rata-rata pulau Jawa dan Kalimantan baru akan mengalami musim hujan pada bulan Oktober dan November. Walaupun tahun 2018 masih lebih basah dibanding tahun 2015, namun Indonesia diprediksi akan mengalami El Nino dengan tingkat lemah hingga moderat.
Raffles B. Panjaitan, Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan KLHK mengungkapkan, dalam pertemuan ini juga menyampaikan kepada seluruh peserta rapat, bahwa tidak ada asap lintas batas yang terjadi pada kebakaran di Kalimantan Barat beberapa waktu lalu. Dalam laporannya, ia menyampaikan bahwa dibanding tahun 2015 lalu, tahun ini jumlah kebakaran hutan dan lahan di wilayah Indonesia masih lebih kecil sebesar 70%.
“Sejauh ini, tantangan yang terberat masih pada penanganan kebakaran hutan dan lahan di wilayah gambut,” ungkapnya.
Ditambahkannya, tahun ini (periode Januari – 3 September 2018), satelit NOAA mencatat terdapat sekitar 3.042 titik panas di Indonesia, dimana ada sekitar 15.601,13 Ha kawasan gambut yang terbakar. Dalam usaha pengendalian dan pemadaman tahun ini, Raffles menerangkan, bahwa hingga September 2018, Satgas Pengendalian Kebakaran Hutan dan lahan telah menggunakan sekitar 159.370.700 liter air untuk water bombing, yang dilakukan di wilayah Riau, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Jambi, dan Kalimantan Selatan.
Sumber: JNN/NAS