TenggaraNews.com, KENDARI – Meski telah menyampaikan klarifikasi, namun pernyataannya Kapolda Sultra, Brigjen Pol. Merdisyam terkait kedatangan 49 Tenaga Kerja Asing (TKA) China masih menuai sorotan publik.
Bahkan, desakan pencopotan Brigjen Pol. Merdisyam dari jabatannya sebagai Kapolda Sultra sempat trending topic di twitter.
Kali ini, muncul desakan agar Kapolda Sultra mempertanggungjawabkan pernyataannya tersebut. Permintaan itu datang dari salah satu aktivis HMI Sultra, Zulharjan.
Menurut Sulharjan, Sebagai pejabat publik, selayaknya Kapolda Sultra senantiasa hati-hati dalam mengeluarkan statement, karena itu akan menjadi konsumsi publik.
“Kapolda itu adalah jabatan publik, ucapannya adalah rujukan masyarakat” tegas Zulharjan, Minggu 22 Maret 2020.
Lebih lanjut, anjut Zulharjan juga meminta Kapolri, Jenderal Idham Azis untuk membina Kapolda Sultra yang telah melakukan hal-hal yang mencoreng nama baik institusi.
“Kapolri Idham Azis adalah orang yang mempunyai prinsip dalam memimpin prinsip tersebut disampaikan di depan anggota Komisi III DPR RI, Namo maruttung langi’e tettei di patettongi keadilan nge (walau langit runtuh keadilan harus tetap di tegakkan )” terangnya.
maka dalam kasus hoax yang di lakukan Kapolda Sultra, akan menjadi ujian untuk Kapolri Idham Azis, kalau beliau bisa membuktikan taro ada taro gau (kesesuaian Antara pernyataan dan perbuatan), kata-kata ini dengan lantang dan tegas Kapolri sampaikan di dalam ruangan sidang komisi III.
Untuk itu, Sulharjan berharap semoga saja beliau Kapolda Sultra, Brigjen Pol. Merdisyam tegas dalam pengimplementasian.
“Besar harapan kami agar para penegak hukum untuk sadar hukum, tanpa harus menunggu gejolak sehingga konflik horizontal di tengah maraknya wabah virus corona covid-19. Bapak Kapolri Harus memberikan sanksi kepada Brigjen Pol Merdisyam Kapolda Sultra untuk di copot dari jabatan atau penundaan kenaikan pangkat sebagai bentuk keadilan di mata hukum.
Maka dari itu, tentu Kapolda Sultra harus mengikuti proses hukum yang ada selayaknya warga negara yang biasa, karena hukum di Indonesia saat ini tidak membedakan antara pejabat dan rakyat. Semua berkedudukan sama di mata hukum. Tubuh bisa saja kebal dari ancaman virus corona, tapi tidak dengan hukum.
“Permohonan maaf Kapolda Sultra tidak mengugurkan proses hukum yang ada, sebagai warga negara yang baik kita harus taat pada aturan yang ada” kesal Zulharjan.
Laporan: Ikas