TenggaraNews.com, KENDARI – PT. Paramita Persada Tama angkat bicara soal pernyataan kuasa hukum PT. Daka Group terkait polemik kedua perusaahaan tersebut, yang disampaikan di media massa.
Publik Relaction Manager Legal PT. Paramita Persada Tama, Andi Muh. Safriansyah menyebut pernyataan Kuasa Hukum PT. Daka Group tidak tahu persoalan lapangan yang sebenarnya, karena mereka tidak pernah turun lapangan, hanya mendengarkan cerita dari kliennya dan langsung berstatetmen di media massa.
Andi Safriansyah mengatakan, bahwa IUP PT. Daka kebanyakan di laut, melintasi depan jetty PT. Paramita dan Manunggal. Diakuinya, ada sebagian di ujung jetty milik Paramita masuk di IUP PT. Daka, tapi yang membuat hal tersebut adalah pihak PT. Daka Group sendiri karena menurunkan alat berat mereka dan menimbun laut. Hal itu terjadi sekitar tahun 2012 lalu, dan saat itu diprotes Direktur Paramita, Tomas. Lalu dilaporkan ke pihak kepolisian karena ada aktifitas di IUP Paramita dan berujung pada perdamaian.
Pada dasarnya, kata dia, pihak PT. Daka Group yang bekerja di area Paramita, dengan melakukan penimbunan laut.
“Kenapa kami tidak menghiraukan, karena jetty itu kami tidak gunakan. Dan posisi jetty sekarang memang benar-benar dalam kawasan IUP Paramita,” ungkapnya saat dikonfirmas melalui telepon, Minggu 7 April 2019.
Ditambahkan Andi Safriansyah, yang dipersoalkan kuasa hukum PT. Daka Group adalah jetty milik Paramita di tahun 2012 lalu, yang saat ini sudah tidak dipakai lagi. Olehnya itu, dia menyebut pihak Kuasa Hukum PT. Daka Group tidak memahami realitas lapangan.
“Siapa suruh IUP mereka melintasi laut,” singkatnya.
Sebenarnya, lanjut Andi Safriansyah, IUP PT. Daka Group tidak membentang di pesisir laut, melainkan berada di tengah laut. Persoalan tersebut merupakan masaalah yang lama. Dan pihaknya sudah membangun komunikasi ke Direktur PT. Daka Group yang baru, Rahmat terkait polemik yang telah lama bergulir itu.
Lebih lanjut, Andi Safriansyah menyebutkan, beberapa kali dilakukan pertemuan bersama untuk membahas persoalan tersebut, dan dirinya selalu menyampaikan bahwa IUP PT. Daka berada di laut membentang di depan jatty Paramuta, sehingga setiap kali kapal tongkang sandar secara otomatis masuk dalam IUP PT. Daka Group.
“Iya, kan tongkang itu yang masuk ke kawasan IUP Daka, terus tongkang mau diapakan, memangnya nggak boleh melintasi laut tersebut. Karena itu kan laut, alur bebas,”
Mereka meminta kompensasi ganti rugi atas hal tersebut, tapi pihaknya tak mengamini permintaan PT. Daka, karena dasar permintaan mereka tak masuk akal.
Kemudian, jalan hauling yang disebut dalam pemberitaan di salah satu media online itu tidak benar, karena jalan yang dimaksud adalah jalan umum untuk masyarakat, yang disepakati bersama-sama 19 perusahaan dan Pemkab Konawe Utara (Konut), yang dilakukan pada tahun 2018 lalu.
Saat itu, pemerintah meminta kepada semua perusahaan tambang yang ada di sana untuk membantu pemerintah daerah membuat akses jalan menuju Boedingin. Alhasil, semua pemilik IUP sepakat untuk mengerjakan jalan di batas IUP masing-masing, setelah itu diserahkan ke masyarakat, sepanjang 800 meter di bibir pantai.
“Mereka katakan kami tidak permisi, bagaimana kami mau permisi, sedangkan IUP mereka itu di laut,” jelasnya.
Dikatakan Andi Safriansyah, pihak PT. Daka Group meminta ganti rugi yang nilainya cukup fantastis, dan di luar dari kemampuan pihaknya. Hanya saja, Ia enggan menyebutkan nominal yang diminta, dengan alasan tidak etis jika menyebutkan.
Selain itu, PT. Daka Group juga eminta membayar kewajiban setiap pengiriman, dan hal ini dinilainya sudah tidak sesuai dengan aturan-aturan yang ada. Hal ini pula yang menjadi penyebab sehingga RKAB Paramita tidak disahkan pihak Dinas ESDM.
Padahal, dirinya berulang kali minta ke Kabid Minerba, tapi jawabannya selalu mengarahkan untuk menyelesaikan dengan pihak Daka. Pernyataan tersebut menimbulkan pertanyaan besar? Ada apa dengan kebijakan Kabid Minerba tersebut.
Menurutnya, RKAB adalah persoalan adiminstrasi, tidak ada kaitannya dengan permasalahan bersama PT. Daka. Jika ingin menyelesaikan hal tersebut, hendaknya melibatkan pihak-pihak terkait, diantaranya Dinas Kehutanan dan Dinas Perhubungan Sultra. Tidak akan selesai dengan berbalas statetment di media massa.
“Jika memang kami melakukan kesalahan, seharusnya Dinas Perhubungan menyurati kami, tapi hal ini kan tidak pernah dilakukan. Bahkan, Kadis Perhubungan Konut sudah pernah memimpin tim terpadu bersama sembilab instansi, untuk mengecek jetty milik Paramita, tapi sampai saat ini tidak ada masaalah, semua clear,” bebernya.
Bahkan, kata dia, Kabid Perhubungan Laut Dishub Sultra juga sudah pernah turun mempersoalkan hal itu. Tapi, usai itu tidak ada juga tindak lanjut. Jika memang ada kesalahan, pihaknya pasti akan disurati.
Di lain sisi, Kabid Minerba Dinas ESDM Provinsi Sultra, Yusmin memaksakan pihaknya untuk menyelesaikan perkara dengan PT. Daka. Untuk itu, Andi Safriansyah melihat ada dugaan permainan dalam persoalan ini. Sampai dengan SKV tidak terbit juga erat kaitannya dengan persoalan PT. Daka Group dan Paramita.
“Kabid Minerba berulang kali mengatakan ke saya, agar menghentikan itu perusahaan, tapi saya katakan tidak bisa. Boleh saya hentikan tapi buatkan berita acara penghentian, tapi Kabid Minerba tidak mau juga melakukan hal tersebut sampai saat ini,” pungkas Andi Safriansyah.
(Kas/red)