TenggaraNews.com, KENDARI – Sidang lanjutan dugaan korupsi pengadaan bibit di lingkup Dinas Kehutanan (Dishut), Kabupaten Konawe Utara (Konut) pada 2015 lalu, JPU Kejari Konawe menghadirkan dua saksi. Kedua saksi yang dihadirkan yakni mantan Kadishut Konut, Amirudin Supu dan kontraktor dari CV Mawar, Ahmad, Selasa 19 Desember 2017, di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor/PHI Klas I A Kendari.
Berdasarkan keterangan saksi Ahmad, kuasa hukum dua terdakwa, Risal Akman SH., MH menyebutkan, bahwa telah terjadi bagi-bagi anggaran dalam proyek pengadaan bibit ini. Bagaimana tidak, dalam kesaksian Ahmad, terungkap adanya anggaran Rp 500 juta lebih yang diterimanya dari suruhan Direktur CV Mawar, Andi Marwiah. Kemudian, dana tersebit dibagikan ke Kadishut sebesar Rp 65 juta, Inspektorat Bawasda, dan Pejabat Pembuat Komitmennya (PPK), Muhammadu.
Selain itu, Ahmad selaku kontraktor dalam pengadaan proyek tersebut menyebutkan, bahwa dirinya hanya dipekerjakan di CV Mawar oleh Direktur Hj. Andi Marwiah, untuk melanjutkan proyeknya atas rekomendasi dari Kadishut Amiruddin Supu.
“Jadi difakta persidangan terungkap, bahwa yang melaksanakan pekerjaan itu CV Mawar oleh Direkturnya Hj Andi Marwiah, namun dikuasakan lagi yang melaksanakan itu kontraktornya Ahmad, dan keterangan Ahmad juga membeberkan ada anggaran Rp 500 juta lebih yang diterimanya dari suruhan Direktur CV Mawar itu, Kemudian dibagikan ke Kadishut sebesar Rp 65 juta, Inspektorat Bawasda, dan Pejabat Pembuat Komitmennya (PPK) Muhammadu, ” beber Risal Akman SH., MH, Rabu 20 Desember 2017.
Parahnya lagi, meski telah ada berita acara penyerahan pemeriksaan barang dari kedua kliennya, selaku tim pemeriksa barang untuk syarat pencairan 100 persen. Akan tetapi, berita acara itu tidak cukup tanpa ada rekomendasi dari Bawasda Inspektorat Konut.
“Disitu juga saat saya pertanyakan kepada saksi Amiruddin Supu dipersidangan, apakah kalau misalnya sudah ada berita acara pemeriksa barang tanpa ada rekomendasi dari Bawasda, anggarannya bisa dicairkan? Amiruddin supu mengatakan tidak bisa cair, harus ada rekomendasi dari Bawasda karena itu syarat mutlak untuk bisa mencairkan,” jelasnya.
Sehingga, dalam proyek tersebut Risal menegaskan, terkait pencairan anggaran proyek 100 persen, Bawasda Inspektorat Konut harus bertanggungjawab. Sebab, proyek itu tidak sesuai dengan kontrak yang ada.
“Fakta persidangan dari keterangan Kadishut juga mengatakan ada bukti rekomendasi yang ditandatangani Bawasda Inspektorat, untuk lampiran mendukung pencairan itu. Selain itu, Kadishut juga mengakui ada surat peryataan yang dibuat sendiri untuk ditandatangani kontraktor Ahmad, isinya adalah dia bertanggung jawab atas adanya kekurangan pekerjaan. Jadi pada prisipnya Kadishut itu sudah tau, kenapa dia buatkan surat penyataan orang lain sementara yang melaksanakan pekerjaan itu CV Mawar, Ahmad itu kan hanya suruhan, sehingga saya melihat kasus ini terlalu banyak keganjalan yang kita temukan, ” papar Risal.
Selain itu, lanjut Risal, Amiruddin Supu selaku KPA juga mejelaskan, bahwa pasca menjabat Kadishut, anggaran yang dicairkan olehnya hanya sebesar 70 persen saja.
“Jadi keterangan Amiruddin itu, dia melaksanakan tugas pada April 2015. Dana itu sudah keluar 30 persen oleh Kadishut Nurdin Edison sebelum dia, kemudian Amiruddin Supu itu bertugas mencairkan yang 70 persennya,” ungkap Risal,
Sidang dengan agenda pemeriksaan kedua saksi tersebut, dipimpin langsung oleh Majelis Hakim Irmawati Abidin SH., MH, beserta dua Hakim anggota, Darwin Panjaitan SH dan Khusnul Khotimah SH.
Seperti diketahui, beberapa bulan yang lalu selain kedua tersangka tersebut, Mantan Kadishut Konut, Amiruddin Supu selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), telah diperiksa penyidik Polda Sultra karena diduga terlibat dalam melakukan korupsi pengadaan bibit Jati, Eboni, dan Bayam pada 2015 lalu, dengan total anggaran lebih dari Rp 1,1 miliar dari APBN. Akibatnya, berdasarkan hasil audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Sultra, dari penyimpangan proyek tersebut negara dirugikan sebesar Rp 700 juta.
Laporan: Ifal Chandra