TenggaraNews.com, KENDARI – Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) mencatatkan deflasi sebesar 0,37 persen (mtm), persentase ini lebih rendah bilang dibandingkan pada bulan sebelumnya, yang mencatatkan inflasi sebesar 0,09 persen (mtm). Deflasi tersebut terutama didorong oleh penurunan harga pada kelompok bahan makanan dan administered price, didukung pula oleh terjaganya inflasi inti.
Secara spasial, Kota Kendari dan Kota Baubau mencatatkan deflasi masing-masing sebesar 0,08 persen (mtm) dan 1,10 persen (mtm). Dengan capaian tersebut, inflasi tahunan Sultra tercatat sebesar 2,39 persen (yoy), lebih rendah dari periode sebelumnya yang tercatat sebesar 2,59 persen (yoy). Dibandingkan dengan inflasi nasional, deflasi Sultra pada bulan Maret tercatat lebih baik dari pencapaian nasional yang pada saat bersamaan mencatatkan inflasi sebesar 0,20 persen (mtm) atau 3,40 persen (yoy).
Kepala Perwakilan BI Sultra, Minot Purwahono mengatakan, kelompok komoditas bahan makanan bergejolak (volatile food – VF) yang mencatatkan deflasi sebesar 1,78 persen (mtm), memberikan andil sebesar 0,38 persen (mtm) terhadap deflasi di Sultra. Deflasi tersebut disebabkan oleh penurunan harga komoditas cakalang/sisik yang tercatat sebesar 18,04 persen (mtm) dan ikan layang sebesar 10,23 persen (mtm), serta tomat buah sebesar 13,78 persen (mtm).
Penurunan harga komoditas VF secara umum disebabkan oleh perbaikan pasokan, yang didukung oleh kondusifnya cuaca selama bulan Maret 2017. Penurunan harga yang lebih dalam tertahan oleh inflasi komoditas kacang panjang yang tercatat sebesar 9,68 persen (mtm).
Deflasi Maret 2018 juga terjadi pada kelompok komoditas administered prices sebesar 0,16 persen (mtm), lebih rendah dari periode sebelumnya yang tercatat mengalami inflasi sebesar 0,33 persen (mtm). Penurunan tekanan harga pada kelompok administered prices, terutama didorong oleh deflasi yang terjadi pada komoditas angkutan udara sebesar 5,24 persen (mtm), yang disebabkan oleh penurunan jumlah penumpang pada Maret 2018.
Deflasi kelompok administered price tertahan oleh inflasi rokok putih dan bensin, masing-masing sebesar 0,96 persen (mtm) dan 0,73 persen (mtm), dengan andil masing-masing sebesar 0,01 persen (mtm) dan 0,02 persen (mtm). Kenaikan harga rokok putih disebabkan oleh adanya kenaikan cukai rokok. Sementara inflasi komoditas bensin disebabkan oleh penyesuaian harga jual bensin non subsidi (Pertalite dan Pertamax), yang dilakukan oleh Pertamina sebagai dampak dari kenaikan harga minyak di pasar dunia.
“Sementara itu pada Maret 2018, inflasi inti di Sultra tercatat sebesar 0,14 persen (mtm), relatif stabil dibandingkan periode sebelumnya yang tercatat sebesar 0,13 persen (mtm). Inflasi kelompok inti didorong oleh inflasi pada komoditas semen 1,62 persen (mtm), emas perhiasan 0,59 persen (mtm) dan air kemasan 3,20 persen (mtm),” jelas Minot, Selasa 3 Maret 2018.
Dia juga menambahkan, peningkatan permintaan semen domestik dan tren kenaikan harga emas dunia menjadi pendorong peningkatan harga kedua komoditas tersebut. Peningkatan tekanan inflasi inti tertahan oleh deflasi pada komoditas telepon seluler dan sepatu.
Menyikapi perkembangan terkini dan memperhatikan risiko ke depan, Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Sulawesi Tenggara telah menyusun Program Kerja TPID 2018, yang akan menjadi acuan dalam pengendalian harga di Provinsi Sultra.
“Langkah-langkah terkoordinasi tersebut dilakukan untuk menjaga inflasi Sultra berada dalam kisaran sasaran inflasi 2018 yaitu 3,5 persen ±1 persen (yoy),” tambah Minot.
Laporan: Ikas Cunge