TenggaraNews.com, KENDARI – Puluhan rumah di Desa Tapunggaya dan Tapuemea, Kecamatan Molawe, Kabupaten Konawe Utara (Konut), Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) terendam banjir.
Warga menyebut, banjir terjadi setelah hujan turun dengan intensitas tinggi pada Minggu, 4 Desember 2022 pagi hari.
Hanya butuh beberapa jam, banjir yang airnya bercampur lumpur dengan warna kemerahan itu langsung merendam rumah-rumah warga.
“Pagi tadi, karena hujan yang begitu deras. Tinggi air sampai lutut orang dewasa, bahkan ada yang sampai satu meter,” ujar Jeri salah satu warga Tapunggaya ketika dihubungi wartawan.
Masyarakat menduga, terjadinya banjir tidak lepas dari aktivitas pertambangan. Dimana wilayah Desa Tapunggaya dan Tapuemea merupakan area konsesi atau Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Antam Tbk.
Jeri mengatakan, tujuh tahun terakhir banjir kerap melanda daerah mereka, sejak di mana adanya aktivitas pertambangan ore nikel.
Menurut dia, selain curah hujan yang tinggi, aktivitas pertambangan juga menjadi penyebab banjir. Sebab, dahulu walaupun turun dengan intensitas tinggi, banjir tidak terjadi.
Namun kini, setelah aktivitas tambang menjamur, banjir sudah tak terhindarkan lagi. Bahkan, dalam setahun jika intensitas hujan tinggi, bisa dua hingga tiga kali.
“Sebelum ada aktivitas pertambangan pada tahun 2016, tidak ada banjir, paling air genangan saja. Tetapi ini, 4 jam turun hujan itu sudah langsung banjir,” tuturnya.
Lebih lanjut, terjadinya banjir tentu bagian dari kelalaian PT Antam yang kurang tegas mengawai kontraktor mining yang menambang di area IUP mereka.
Harusnya PT Antam Konut harus proaktif melakukan monitoring kepada kontraktor mining, agar dalam pelaksanaan penambangan tidak terjadi penyimpangan, seperti kerusakan lingkungan yang berdampak pada terjadinya banjir.
“Tapi ini tidak, Antam membiarkan kontraktor mining menambang begitu saja, tanpa memikirkan dampak lingkungan yang berkepanjangan dan hari ini bisa kita lihat buktinya, banjir terjadi terus menerus,” tegas Jeri.
Apalagi menurut Jeri, selama kedatangan PT Antam, masyarakat Desa Tapunggaya dan Tapuemea belum sama sekali merasakan manfaat Corporate Social Responsibility (CSR).
Harusnya CSR menjadi hak dan tanggung jawab perusahaan menyalurkan ke masyarakat lingkar tambang baik dari sisi infrastruktur, kesehatan, ekonomi maupun pendidikan.
Pada prinsipnya, masyarakat tidak anti investasi.
Justru dengan hadirnya investasi akan berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Namun, ada hal yang perlu diperhatikan, yakni dalam aktivitas penambangan harus sesuai prosedur, supaya tidak meninggalkan dampak besar bagi masyarakat.
Masyarakat menginginkan dibuatkan drainase dan cek dam atau tanggul penghambat melalui CSR PT Antam.
Mereka menilai, akan meminimalisir terjadinya banjir di dua desa tersebut. Apalagi kawasan penambangan dengan pemukiman warga, jaraknya hanya 500 meter.
“Disini tidak ada drainase dan cek dam, makanya kalau hujan, air turun dari atas kawasan penambangan ke pemukiman warga,” jelas Jeri.
Selain itu, dia juga menyinggung Pemda Konut yang tidak pernah turun melakukan penulusuran atau pengawasan di lokasi penambangan.
Pihaknya meminta Pemda Konut harus turun tangan, jika tidak warga akan terus menerus menjadi korban.
Ditambahkannya, karena persoalan banjir sudah menjadi konsumsi setiap tahunnya jika musim penghujan, maka masyarakat Desa Tapunggaya dan Tapuemea akan mengajukan gugatan atas pengrusakan lingkungan.
Laporan : Erik Lerihardika