TenggaraNews.com, KENDARI – Dalam rangka melakukan pendampingan hukum dan perawatan pasca tindakan kejahatan yang dialami anak-anak korban kekerasan seksual oleh mantan oknum anggota TNI, Prada Adrianus Pattian, tim terpadu yang terdiri atas Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan perempuan dan Perlindungan Anak (P2TP2A) Kota Kendari, psikolog, Rumpun Perempuan Sultra dan LBH Kota Kendari Serta Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Sultra menemui Panglima Kodam (Pangdam) XIV Hasanuddin Makassar, Mayjen Surawahadi dan Komandan Korem (Danrem) 143 HO, Kolonel Inf. Yistinus Nono Yulianto, Jumat 3 Mei 2019.
Pertemuan tersebut merupakan bagian dari rangkaian koordinasi antara P2TP2A bersama TNI, untuk memastikan institusi tersebut benar-benar serius dan profesional dalam memproses kasus tersebut.
Melalui pertemuan singkat di Aula Manunggal, Pagdam XIV dan Danrem 143 HO berkomitmen untuk bersama-sama mengawal proses hukum tindak kejahatan yang dilakukan oleh mantan anggota TNI tersebut.
Dan sebagai bentuk keseriusan TNI dalam menegakan aturan, pelaku penculikan dan pemerkosa anak di bawah umur tersebut dikembalikan di Kendari, agar diproses di peradilan umum. Pasalnya, pelaku sudah tidak berstatus sebagai anggota TNI aktif saat melakukan tindak kejahatan tersebut, sehingga tidak bisa diproses melalui peradilan militer.
Kepala Bidang Layanan P2TP2A, Supinawati mengatakan, pihaknya tengah melakukan pendampingan hukum dan pengobatan trauma psikis terhadap anak-anak korban kekerasan seksual. Hanya saja, dari tujuh korban penculikan dan pemerkosaan, hanya lima saja yang bersedia melaporkan perihal kasus tersebut ke pada pihaknya untuk dilakukan advokasi.
“Yah, kami bekerja sama dengan beberapa mitra seperti RPS, LBH Kota Kendari, tenaga psikolog dan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Sultra dalam melalukan pendampingan hukum dan pengobatan,” ujar Supinawati.
Dia juga menyebutkan, kondisi para korban saat ini masih dalam keadan trauma, sehingga pihaknya melibatkan tenaga psikilog untuk mengembalikan keberanian mereka dan menghilangkan rasa trauma pasca kasus tersebut.
“Untuk saksi dan korban yang membutuhkan perlindungan, kami punya rumah aman untuk mereka,” tambahnya.
Sementara itu, Direktur RPS, Husnawati menjelaskan, bahwa pihaknya telah lama bekerja sama dengan pihak P2TP2A dan pihak-pihak terkait, dalam penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Terkhusus untuk kasus ini, RPS berkomitmen untuk mengawal proses hukum agar memberikan rasa keadilan terhadap keluarga korban.
“Kami meminta pihak PPA dapat melibatkan RPS dalam pendampingan untuk proses penyelidikan dan penyidikan, agar dapat kami pastikan hak-hak korban terpenuhi,” harap Husnawati.
Dia juga menegaskan, kejadian tersebut harus menjadi perhatian serius pemerintah, dalam memberikan perlindungan dan terlibat langsung dalam proses pendampingan. Olehnya itu, Husnawati mengharapkan APH dapat memberikan perlindungan, agar korban mendapatkan hak-haknya, baik dalam proses penyelidikan, penyidikan sampai putusan.
Sebenarnya, kata Husnawati, RPS telah mendorong untuk segerah disahkannya RUU P-KS, agar memberikan perlindungan terhadap korban kekerasan seksual. Faktanya, kekerasan seksual terhadap anak di Sultra dan khususnya di Kota Kendari menjadi darurat kekerasan seksual anak.
“Untuk itu, harus mendapatkan perhatian serius dari Pemerintah Kota Kendari dan Pemprov Sultra,” katanya.
Di tempat yang sama, Direktur LBH Kota Kendari, Anselmus AR Masiku mengungkapkan, bahwa pihaknya telah siap melakukan pendampingan hukum terhadap para korban kekerasan seksual tersebut.
Anselmus mengaku akan melakukan upaya-upaya hukum untuk menjerat pelaku, sehingga bisa memberikan hukuman seberat-beratnya kepada Adrianus Pattian, sebagai bentuk efek jera.
“Kami akan berupaya semaksimal mungkin. Kami akan mengupayakan agar diberi hukuman kebiri. Kan hukuman ini sudah dilegalkan di Indomesia,” tegas Anselmus AR Masiku.
Laporan: Ikas