TenggaraNews.com, KENDARI – Jaringan Pemantau Pemilu Sulawesi Tenggara (JaPP-Sultra) kembali bertandang ke Pengadilan Negeri Kendari, Kamis 2 Mei 2019. Kehadiran mereka untuk mempertanyakan proses hukum pelanggaran Pemilu yang dilakukan dua oknum Caleg PKS, yakni Sulkahni dan Riki Fajar yang seakan diistimewakan. Pasalnya, majelis hakim memvonis kedua tersangka tersebut dengan vonis bebas.
Ketua JaPP Sultra, Dedi walengke mengatakan, Pemilu adalah marwah demokrasi Indonesia. Bila pemilu tercederai maka kita telah gagal berdemokrasi.
Proses Pemilu semestinya berlangsung secara profesional, salah satunya menghindari keterlibatan Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam hal politik praktis, termaksud kampanye terselubung atau terbuka untuk memilih kandidat tertentu.
Namun, fakta yang terjadi belakangan sungguh tidak bisa diterima akal sehat. Tidak sedikit ASN yang justru terlibat politik praktis secara terang-terangan.
“Misalnya di Kota Kendari. Belum lama ini tetiba warganet dihebohkan dengan video viral penggerebekan oleh warga terhadap Camat Kambu dan dua caleg PKS, yang diduga melakukan sosialisasi bersama. Ini merupakan pelanggaran Pemilu, dan mereka telah ditetapkan sebagai tersangka Gakkumdu,” ujar Dedi dengan nada kecewa.
Kasus penggerebekan tersebut tak berhenti pada video yang viral itu. Kini telah dilaporkan dan sudah masuk tahap persidangan di Pengadilan Negeri Kendari.
Dua caleg ini diduga telah melanggar UU pemilu Pasal 493 juncto Pasal 280 huruf F Undang Undang Nomo 7 tahun 2017 tentang Pemilu. Pasal itu jelas melarang untuk mengikut sertakan ASN, anggota Polri, TNI, kepala desa dan perangkat desa dalam berkampanye.
“Namun ada yang aneh. Pada saat Bawaslu, kepolisian, dan Jaksa yang tergabung dalam sentra Gakkumdu menyatakan Sulkani dan Riki Fajar terbukti melibatkan ASN dalam berkampanye dan merupakan pidana Pemilu, justru pihak pengadilan menjatuhkan vonis bebas. Bukti itu hanya satu dari sekian banyak ASN yang bekerja untuk Caleg PKS di Kota Kendari. Kejahatan yang melibatkan ASN ini sangat terstruktur sistematis dan masif. Banyaknya para lurah yg hadir pada saat persidangan, itu menandakan mereka ikut memantau perkembangan, dan perlu dipertanyakan,” beber pria ini.
Fakta lain pada kasus ini, kata Dedi, tetiba beberapa saksi hilang dan tak mau bersaksi. Serta tidak hadirnya camat yang terlibat dalam persidangan perlu dipertanyakan.
Untuk itu, pihaknya menyimpulkan pada proses hukum ini keadilan tak ditegakan dengan benar. Hal tersebut merupakan prestasi buruk buat hukum di Kendari. Sehingga ke depan tidak ada lagi ASN yang takut bila terlibat langsung dalam politik praktis. Sebab, di depan mata, lembaga hukum tak lagi menjalankan fungsinya sebagaimana mestinya.
“Kami menduga hakim masuk angin dalam penanganan kasus. Ini jelas-jelas terbukti. Namun hakim melakukan vonis bebas,” katanya.
“Kami meminta pihak Kejaksaan Negeri Kendari untuk melakukan kasasi, dan mendesak Pengadilan Tinggi Sulawesi Tenggara untuk meninjau kembali kasus ini,” tambahnya.
Laporan: Muhammad Syukur
Editor: Ikas