TenggaraNews.com, KENDARI – Koordinator Presedium Koalisi Aktivis Pemerhati Lingkungan dan Pertambangan (Kapitan) Sulawesi Tenggara (Sultra), Asrul Rahmani mengaskan, bahwa aktivitas pertambangan PT. ST Nikel Resourches mengabaikan sejumlah regulasi terkait pengelolaan sumber daya alam.
Asrul mengungkapkan, dalam melakukan aktivitas pertambangan yang menyalahi ketentuan aturan yang ada, PT. ST Nikel Resourches tak sendirian, PT. Tiara Abadi Sentosa (TAS) turut mendukungnya.
Lebih lanjut, Asrul membeberkan, berdasarkan hasil investigasi dan laporan masyarakat kepada pihaknya, perihal dugaan kejahatan lingkungan dan penambangan Ilegal, baik segi pelanggaran admitrasi maupun tindak pidana yang dilakukan PT. ST Nikel Resourches yang menjual sumber daya alam dengan menerobos aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Menurutnya, jika terus dibiarkan maka tidak menutup kemungkinan akan muncul perusahaan-perusahaan yang tidak taat akan aturan perundang-undangan yang berlaku, dan tentunya hal ini dinilai akan sangat merugikan negara.
“Patut diduga adanya konspirasi besar di dalam aktivitas pertambangan PT. ST Nikel Resourches dan PT. TAS, sehingga melanggar aturan. Dengan menggunakan akses jalan nasional dalam aktifitas pemuatan ore nikel dari lokasi PT. ST Nikel Resourches yang berlokasi di Pondidaha, Kabupaten Konawe menuju terminal khusus (Tersus) alias jetty milik PT. TAS yang berlokasi di Tondonggeu, Kota Kendari tanpa mengantongi izin lintas dari Kementrian Perhubungan,” bebernya, Minggu 12 April 2020.

Lebih lanjut, Asrul menjelaskan, PT. TAS telah melakukan pelanggaran serius, dimana pelabuhan atau Tersus yang diberikan oleh Kementrian Perhubungan tidak sesuai lagi peruntukan awalnya, karena telah mengkomersialisasikan jetty miliknya untuk kepentingan PT. ST Nikel Resourches.
Dia juga menambahkan, berdasarkan SK Nomor 738 tentang pemberlakuan kembali SK IUP Nomor 448 tentang persetujuan peningkatan IUP eksplorasi menjadi IUP operasi terkesan cacat hukum.
Selanjutnya, kata Asrul, berdasarkan permohonan PT. ST. Nikel Resourches untuk dikeluarkannya titik koordinat karena adanya tumpang tindih lokasi lahan perusahaan bisa mining tersebut, dari luasan 2000 hektare menjadi 1818 hektare dengan merujuk pada SK Bupati Konawe Nomor 224 tahun 2014 yang menjadi dasar untuk mengeluarkan CNC.
“Seharusnya penerbitan CNC harus berdasarkan IUP bukan SK perubahan titik koordinat,” katanya.
“ST Nikel Resouches diduga telah memberikan kontrak mining kepada PT. Akta untuk operasionap lokasi pertambangannya tersebut,” tambahnya.
Olehnya itu, Kapitan Sultra meminta Kementerian Perhubungan RI melalui Dirjen Perhubungan Laut untuk segera menindak secara tegas dengan mencabut izin Tersus milik PT. TAS.
Selain itu, Kapitan Sultra juga mendesak Gubernur Sultra untuk mencabut IUP milik PT. ST. Nikel Resourches karena telah cacat administrasi dan cacat hukum. Tak hanya itu, Polda Sultra juga diminta untuk menghentikan segala bentuk aktivitas pemuatan ore dengan menggunakan jalan nasional dan Tersus perusahaan lain.
“Kami juga mendesak DPRD Provinsi Sultra untuk memanggil dan menjadwalkan hearing dengan pihak perusahaan dan pihak-pihak terkait, dalam penindakan aktivitas pertamanya dan pemuatan serta pembongkaran milik PT. ST. Nikel Resourches menuju Tersus milik PT. TAS,” desaknya.
Laporan: Ikas