TengggaraNews.com, KENDARI – Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), Askabul Kijo mengatakan, kenaikan harga ikan disejumlah pasar tradisional di Sultra khususnya Kota Kendari dipengaruhi beberapa faktor, yakni faktor cuaca, moment puasa dan kurangnya armada.
“Kenaikan harga berkisar mencapai Rp 5 ribu sampai 10 ribu per kilogram,” ujarnya kepada TenggaraNews.com, Rabu 6 Juni 2018.
Kemudian, kata dia, kenaikan harga ikan juga dipengaruhi dengan kondisi puasa karena banyak nelayan yang tidak melaut.
“Nelayan-nelayan juga banyak yang pulang kampung karena tradisi mereka puasa pertama harus sama keluarga,” ujarnya.
Tak hanya Itu, lanjut Askabul, pihaknya juga masih kekurangan armada seperti kapal.
“Olehnya Itu, saya harapkan kepada pemerintah daerah harus ada perubahan kebijakan, seperti penambahan armada karena potensi ikan kita masih banyak, sementara jumlah nelayan atau armada kita masih sedikit, yang jumlahnya masih 400 unit,” ujar Askabul.
Dari jumlah armada yang kurang, sambung dia, sehingga ikan yang dihasilkan belum maksimal. Untuk itu, pihaknya meminta kepada Pemda untuk mengusulkan di pemerintah pusat terkait bantuan armada tersebut.
Ditambahkannya, jumlah produksi ikan di tahun 2017 sebanyak 300 ribu ton, baik itu dikonsumsi maupun di ekspor di antarpulau atau provinsi seperti Surabaya, Jakarta, Bitung dan Sulawesi Selatan.
“Jadi, hasil laut yang kita ekspor selama ini seperti, ikan cakalang, Panama, Layang dan Gurita,” katanya.
Disebutkan Askabul, daerah penghasil ikan terbanyak di Sultra adalah Kabupaten Wakatobi dan Bombana.
Untuk itu, dirinya berharap kepada Pemerintah Kota Kendari dan juga Kota Baubau untuk mengadakan kerjasama dengan dua kabupaten penghasil ikan terbanyak di Sultra itu, agar stok ikan bisa terpenuhi.
“Karena hanya ada dua kabupaten di Sultra yang sering terjadi inflasi yang disebabkan kenaikan harga ikan, yakni Kota Kendari dan Kota Baubau,” pungkasnya.
Laporan: Muhamad Isran